BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi
maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif
manusia merupakan proses psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh,
menyusun dan menggunakan
pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati,
mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persolan yang
berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Kecerdasan (intelegensi) individu berkembang sejalan dengan
interaksi antara aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang
lainnya dan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya begitu juga
dengan alamnya. Maka dengan itu individu mempunyai kemampuan untuk belajar dan
meningkatkan potensi kecerdasan dasar yang dimiliki.
Kreativitas, menurut Guilford (1956), dapat dinilai
dari ciri-ciri aptitude seperti kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas,
maupun ciri-ciri non-aptitude, antara lain temperamen, motivasi, serta komitmen
menyelesaikan tugas dengan baik dan cermat. Dalam hal ini bakat merupakan interseksi
dari faktor bawaan dan pengaruh lingkungan. Jadi, apabila seseorang terlahir dengan
suatu bakat khusus, jika dididik dan dilatih, bakat tersebut dapat berkembang
dan dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya jika dibiarkan saja tanpa
pengarahan dan penguatan, bakat itu akan mati dan tak berguna. Bakat adalah
penggalian terus- menerus dan pemanfaatan seluruh kapasitas otak secara
bertanggung jawab untuk mewujudnyatakan berbagai hal yang tidak itu-itu saja,
atau sesuatu yang sudah telanjur dicap sebagai bakat yang terbatas dan tidak
mau berusaha.
1.2
Tujuan Penulisan
1.
Memahami makna intelek, hubungan intelek dan tingkah
laku.
2.
Mengetahui karakteristik perkembangan intelek remaja
dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
3.
Mengetahui perbedaan individu dalam kemampuan dan
perkembangan intelek.
4.
Memahami makna dan jenis-jenis bakas khusus.
5.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan bakat khusus.
1.3
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah
ini sebagai berikut :
1.
Apa
yang dimaksud dengan intelek?
2.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi intelek?
3.
Bagaimana
perbedaan individu dalam kemampuan dan
perkembangan intelek?
4.
Apa
yang dimaksud bakat khusus dan apa saja jenis-jenis bakat khusus?
5.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus?
1.4
Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan makalah ini, kami
menggunakan metode berupa metode kepustakaan sebagai metode utama. Yang
meliputi pencarian data melalui buku pembelajaran dan browsing melalui internet.
BAB II
PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
DAN BAKAT KHUSUS
2.1 Perkembangan
Intelek
2.1.1Pengertian Intelek
dan Inteligensi
Menurut
English & English dalam bukunya “A Comprehensive Dictionary of Psychological
and Psychoanalitical Terms”, istilah intellect
berarti antara lain:
(1) kekuatan mental dimana manusia dapat
berpikir;
(2) suatu rumpun nama
untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir
(misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan
(3) kecakapan, terutama
kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (Intelligence
= intellect).
Istilah inteligensi telah banyak
digunakan, terutama di dalam bidang psikologi dan pendidikan, namun secara
definitif istilah itu tidak mudah
dirumuskan. Banyak rumusan tentang inteligensi, seperti yang dikemukakan oleh
Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), ia mengajukan beberapa
rumus inteligensi sebagai berikut:
1) Inteligensi
merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu
pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan
dan masalah-masalah yang timbul.
2) Inteligensi
adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah
laku.
3) Inteligensi
meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan
tingkah laku dengan pola-pola baru dan menggunakannya secara efektif.
4) William
Stern mengemukakan bahwa inteligensi merupakan suatu kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan pengguanaan fungsi
berpikir.
5) Binet
berpendapat bahwa inteligensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui
keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu
banyak dipegaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut
berperan dalam pembentukan kemampuan inteligensi.
Rumusan-rumusan tersebut
mengungkapkan bahwa makna inteligensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan
yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang
dalam berpikir dan bertindak. Berhubungan dengan masalah kemampuan itu, para
ahli psikologi telah mengembangkan berbagai alat ukur (tes inteligensi) untuk
menyatakan tingkat kemampuan berpikir atau inteligensi seseorang. Salah satu
tes inteligensi yang terkenal adalah tes yang dikembangkan oleh Alferd Binet (1857-1911).
Tes Binet ini disempurnakan oleh Theodore Simon, sehingga tes tersebut terkenal
dengan sebutan “Tes Binet Simon”. Hasil tes inteligensi dinyatakan dalam angka,
yang menggambarkan perbandingan antara umur kemampuan mental atau kecerdasan (mental age disingkat MA) dan umur
kalender (chronological age disingkat
CA). Pengukuran tingkat inteligensi dalam bentuk perbandingan ini diajukan oleh
William Stern (1871-1938), seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman, dengan
sebutan Intelligence Quotient yang
disingkat IQ artinya perbandingan kecerdasan. Rumus perhitungan yang diajukan
adalah:
Apabila
tes tersebut diberikan kepada anak umur tertentu dan ia dapat menjawab dengan
betul seluruhnya, berarti umur kecerdasannya (MA) sama dengan umur kalender
(CA), maka nilai IQ yang didapat anak itu sama dengan 100. Nilai ini
menggambarkan kemampuan seorang anak yang normal. Anak yang berumur, misalnya 6
tahun hanya dapat menjawab tes untuk anak umur S tahun , akan didapati nilai IQ di bawah 100 dan ia dinyatakan sebagai anak
berkemampuan di bawah normal; sebaliknya bagi anak umur S tahun tetapi telah
dapat menjawab dengan benar tes yang diperuntukkan bagi anak umur 6 tahun, maka
nilai IQ anak itu di atas 100, dan ia dikatakan sebagai anak yang cerdas.
2.2.2 Hubungan antara
Intelek dan Tingkah Laku
Bagi remaja, corak perilaku
pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda.
Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
Mereka dapat memikirkan perihal diri
sendiri. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke
penilaian diri dan kritik diri. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi
yang akan datang nyata dalam pikirannya, perihal keadaan diri yang tercermin
sebagai suatu kemungkinan bentuk kelak di kemudian hari.
Di samping itu pengaruh egosentris masih
terlihat pada pikirannya.
1) Cita-cita
dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa
memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2) Kemampuan
berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan
perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama
dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Egosentrisme inilah yang menyebabkan
“kekakuan” para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkah laku.Egosentrisme
dapat menimbulkan reaksi lain dimana remaja justru melebih-lebihkan diri dalam
penilaian diri sendiri. Mereka merasa dirinya “ampuh” atau “hebat” sehingga
berani menantang malapetaka dan menceburkan diri dalam aktivitas yang sering
kurang dipersiapkan dan justru berbahaya.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhirnya, pengaruh
egosentrisme pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja
sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan
orang lain.
2.2.3 Karakteristik
Perkembangan Intelek Remaja
Inteligensi pada masa remaja tidak
mudah diukur karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut.
Pada umumnya 3-4 tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat,
selanjutnya akan terjadi perkembangan yang teratur. Pada awal masa remaja
kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut “masa operasi
formal” (berpikir abstrak). Pada masa ini, remaja telah berpikir dengan
mempertimbangkan hal yang “mungkin” di samping hal yang nyata (real) (Gleitman,
1986: 475-476). Pada usia remaja ini, anak sudah dapat berpikir abstrak dan
hipotek. Dalam berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat
yang penting, yaitu:
a.
Sifat Deduktif Hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah,
seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoritik. Ia menganalisis
masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Pada dasarnya
pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir induktif di samping deduktif,
oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia lakukan, ia dapat membuat suatu
strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal.
Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang juga
disebut proporsi-proporsi, kemudian mencari hubungan antara proporsi yang
berbeda-beda tadi. Berhubungan dengan
itu, maka berpikir operasional juga disebut proposisional.
b.
Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan
sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis. Dengan berpikir operasional formal
memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang
betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis
dengan variabel-variabel tergantung yang mungkin ada. Berpikir abstrak atau
formal operation ini merupakan cara berpikir yang bertalian dengan hal-hal yang
tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak langsung dihayati.
Cara berpikir terlepas dari tempat
dan waktu, dengan cara hipotesis, deduktif yang sistematis, tidak selalu
dicapai oleh semua remaja. Tercapai atau tidak tercapainya cara berpikir ini
tergantung juga pada tingkat inteligensi dan kebudayaan sekitarnya. Seorang
remaja yang dengan kemampuan inteligensi terletak di bawah normal atau nilai IQ
kurang dari 90%, tidak akan mencapai taraf
berpikir yang abstrak.
2.1.4 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Pandangan pertama yang mengakui
bahwa inteligensi itu adalah faktor bakat, dinamakan aliran Nativisme,
sedangkan pandangan kedua yang menyatakan bahwa inteligensi itu dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dinamakan aliran Empirisme.
Menurut Andi Mappiare (1982: 80),
hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain:
1) Bertambahnya
informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga mampu berpikir
reflektif.
2) Banyaknya
pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat
berpikir proporsional.
3) Adanya
kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun
hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara
keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik
kesimpulan yang baru dan benar.
Wechsler berpendapat bahwa
keseluruhan inteligensi seseorang tidak dapat diukur. IQ adalah suatu nilai yang hanya dapat
ditentukan secara kira-kira karena selalu dapat terjadi perubahan-perubahan
berdasarkan faktor-faktor individual dan situasional.
a.
Peranan Pengalaman dari Sekolah terhadap Inteligensi
Penelitian tentang pengaruh taman indria
terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi.
Rata-rata tingat IQ asal mereka adalah 110. Mereka yang mengalami prasekolah sebelum
sekolah dasar, menunjukkan perbedaan kemajuan atau “gained”. Rata-rata IQ mereka lebih besar daripada mereka yang tidak
mengalami prasekolah.
b.
pengaruh Lingkungan terhadap Perkembangan Inteligensi
Pengaruh belajar dalam arti
lingkungan terhadap perkembangan inteligensi cucup besar, seperti telah
dibuktikan berbagai korelasi.
Semakin tinggi kualitas lingkungan
rumah, cenderung semakin tinggi juga IQ anak. Tiga unsur penting dalam keluarga
yang amat berpengaruh, yaitu:
a. Jumlah buku, majalah, dan materi belajar
lainnya yang terdapat dalam lingkungan keluarga.
b. Jumlah ganjaran dan pengakuan yang diterima anak dari
orang tua atas prestasi akademiknya,
c. Harapan orang tua akan prestasi akademik anaknya.
2.1.5 Perbedaan
Individu dalam Kemampuan dan Perkembangan Intelek
Secara
hereditas, individu memiliki potensi yang dapat menyebabkan perbedaan dalam
perkembangan berpikir mereka. Berkembang atau tidaknya potensi tersebut
tergantung pada lingkungan. Ini berarti bahwa apakah anak akan mempunyai
kemampuan berpikir normal, di atas normal atau di bawah normal sangat
tergantung pada lingkungan.
Perbedaan individu dalam perkembangan intelek menunjuk
kepada perbedaan dalam kemampuan dan kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan
individual peserta didik akan tercermin pada sifat-sifat atau ciri-ciri mereka
dalam kemampuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan belajar, serta kualitas
proses dan hasil belajar baik dari segi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebaran
nilai IQ ( hasil pengukuran intelegensi ) menunjukkan adanya perbedaan
individual tentang kemampuan berpikir. Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasannya,
manusia dapat dikatagorikan menjadi 6 kelompok, yaitu :
1) Di bawah 70, anak mengalami kelainan mental atau
keterbelakangan
Di antara keterbelakangan ada yang disebut dengan:
a.
Idiot IQ : 0-29
: keterbelakangan yang sangat rendah sekali. Tidak dapat berbicara hanya dapat
mengucapkan beberapa kata saja, tidak dapat mengurus dirinya seperti ; mandi,
makan dan rata-rata kemampuan ini berada di tempat tidur, kemapuannya seperti
anak bayi. Kemapuan
ini tidak tahan terhadap penyakit.
b. Imbecile IQ : 30-40 lebih
meningkat dari idiot, jika dilatih dalam berbahasa ia mampu, tetapi sangat
sukar sekali, dalam berbahasa kadang dapat dimengerti dan kadang idak dapat.
Dapat mengurus dirinya dengan latihan dan pengawasan yang benar. Biasanya anak
yang umur 7 tahun kemampuan kecerdasannya sama dengan anak yang berumur 3
tahun.
2)
71 – 85, anak di bawah normal (bodoh)
3)
86 – 115, anak yang normal
4)
116 – 130, anak di atas normal (pandai)
5)
131 – 145, anak yang superior (cerdas)
6)
145 ke atas anak genius ( istimewa )
Sebagai
kesimpulan dari berbagai pendekatan/teori psikologi yang ada, menunjukkan bahwa
intelegensi itu bersifat individual, artinya antara satu dan lainnya tidak sama
persis kualitas IQnya.
2.1.6 Usaha-Usaha dalam Membantu
Mengembangkan Intelek Remaja dalam Proses Pembelajaran
Ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses
pembelajaran, guru mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik adalah
kesadaran pendidik terhadap kemampuan intelektual setiap peserta didik harus
dipupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud
sesuai dengan perbedaan masing-masing. Menurut Conny Semiawan (1984),
penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kemampuan
intelektual anak yang di dalamnya menyangkut keamanan psikologis dan kebebasan
psikologis merupakan faktor yang sangat penting.
Kondisi
psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara
psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai
berikut :
1) Pendidik menerima peserta didik
secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard).
Artinya, apapun keberadaan peserta didik dengan segala kekuatan dan
kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan padanya
bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki kemampuan intelektual yang
dikembangkan secara maksimal.
2) Pendidik
menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu dinilai oleh
orang lain. Memberi penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan dapat
dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan pertahanan diri.
Memang kenyataannya, pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi
sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak mencemaskan
peserta didik, melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sikap
kompetitif secara sehat.
3) Pendidik
memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan
perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi peserta didik,
serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana
seperti ini, peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan
mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
4) Menerima remaja secara positif
sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard). Artinya,
apapun adanya remaja itu dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima
dengan baik, serta memberi kepercayaan bahwa pada dasarnya setiap remaja
memiliki kemampuan intelektual yang dapat dikembangkan secara maksimal.
5) Memahami
pemikiran, perasaan dan perilaku remaja, menempatkan diri dalam situasi remaja,
serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana
seperti ini remaja akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan
pemikiran atau ide-idenya.
6) Memberikan
suasanan psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan pikiran-pikirannya
sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri.
Teori Piaget
mengenai pertumbuhan kognitif sangat erat dan penting hubungannya dengan umur
serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukkan bahwa aktivitas adalah
sebagai unsur pokok dalam pertumbuhan kognitif. Pengalaman belajar yang aktif
cenderung untuk memajukan pertumbuhan kognitif, sedangkan pengalaman belajar
yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang lain saja akan mempunyai
konsekuensi yang minimal terhadap pertumbuhan kognitif termasuk perkembangan
intelektual.
Penting bagi pendidik untuk mengetahui
isi dan ciri-ciri dari setiap tahap perkembangan kognitif peserta didiknya
sehingga dapat mengambil keputusan tindak edukatif yang tepat. Dengan demikian, dapat dihasilkan
peserta didik yang memahami pengalaman belajar yang diterimanya. Menyesuaikan
sistem pengajaran dengan kebutuhan peserta didik merupakan jalan untuk
meninggalkan prinsip lama, yaitu guru tinggal menunggu sampai peserta didik
siap sendiri, kemudian baru diberi pelajaran. Sekarang tidak demikian
keadaannya.
2.2 Bakat Khusus
Merupakan kenyataan yang berlaku
dimana-mana bahwa manusia berbeda satusama lain dalam berbagai hal, antara lain
dalam inteligensi, bakat, minat, kepribadian, keadaan jasmani dan perilaku
sosial. Adakalanya seseorang lebih cekatan dalam atu bidang kegiatan dibandingkan
dengan orang lain. Dalam bidang tertentu ia mungkin menunjukkan keunggulannya
dibandingkan dengan orang lain.
2.2.1 Pengertian Bakat Khusus
Bakat (aptitude)
mengandung makna kemampuan bawaan yang merupakan potensi( potential
ability) yang masih perlu pengembangan dan
latihan lebih lanjut. Karena sifatnya
yang masih potensial atau masih laten, bakat memerlukan ikhtiar pengembangan
dan pelatihan secara serius dan sistematis agar dapat terwujud ( Utami Munandar
1992 ).
Bakat khusus (talent) adalah kemampuan bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh kesempatan berkembang dengan baik, akan
muncul sebagai kemampuan khusus dalam bidang tertentu sesuai potensinya.
Ada
sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus yang secara garis
besar dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Factor internal adalah factor yang
berasal dari dalam diri individu, antara lain :
1.
Minat
2.
Motif berprestasi
3.
Keberanian mengambil rresiko
4.
Keuletan dalam menghadapi tantangan
5.
Kegigihan atau daya juang dalam mengatasi kesulitan
Adapun
faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari lingkungan individu
tumbuh dan berkembang, antara lain :
1.
Kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri
2.
Sarana dan prasarana
3.
Dukungan dan dorongan dari orang tua atau keluarga
4.
Lingkungan tempat tinggal
5. Pola asuh orang tua
Guilford
( Sumadi S, 1991 : 169 ) mengemukakan bahwa bakat itu mencakup 3 dimensi
psikologis, yaitu :
a. Dimensi Perseptual
Dimensi
perceptual meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi, dan hal ini meliputi
factor-faktor antara lain :
-
Kepekaan
indra
-
Perhatian
-
Orientasi
waktu
-
Luasnya
daerah persepsi
-
Kecepatan
persepsi
b.
Dimensi Psikomotor
Dimensi
psikomotor ini mencakup 6 faktor, yaitu :
-
Kekuatan
-
Impuls
-
Kecepatan
rangsang
-
Ketelitain
yang terdiri atas 2 macam, yaitu :
ü Factor kkecepatan statis, yang
menitikberatkan pada posisi
ü Factor ketepatan dinamis, yang
menitikberatkan pada gerakan
-
Koordinasi
-
Keluwesan
( flexibility )
c.
Dimensi Intelektual
Dimensi inilah yang umumnya mendapat
sorotan luas, karena memang dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat lua.
Dimensi ini meliputi 5 faktor, yaitu :
a. Faktor ingatan
ü Substansi
ü Relasi
ü Sistem
b. Faktor ingatan mengenai pengalaman
terhadap :
ü Keseluruhan informasi
ü Golongan (kelas)
ü Hubungan-hubungan
ü Bentuk atau struktur
ü Kesimpulan
c. Faktor Evaluatif, yang meliputi
evaluasi mengenai :
ü Identitas
ü Relasi-relasi
ü Sistem
ü Penting tidaknya problem (kepekaan
terhadap problem yang dihadapi)
d. Faktor berpikir konvergen, yang
meliputi factor untuk menghasilkan:
ü Nama-nama
ü Hubungan-hubungan
ü Istem-sistem
ü Transformasi
ü Implikasi-implikai yang unik
e. Faktor berfikir divergen, yang
mliputi factor :
ü Untuk menghasilkan unut-unit,
seperti : word fluency, ideationsl
fluency
ü untuk pengalihan kelas-kelas secara
spontan
ü Kelancaran dalam menghasilkan hubungsn-hubungan
ü Untuk menghasilkan sistem, seperti :
expressional fluency
ü Untuk transformasi divergen
ü Untuk menyusun bagian-bagian menjadi
garis besar atau kerangka.
Kemampuan adalah
daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan.
Kemampuan menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang,
sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat
dilakukan di masa yang akan datang. Insting umumnya terdapat pada hewan, di
mana dengan insting itu hewan dapat melakukan sesuatu tanpa latihan sebelumnya.
Bakat adalah
kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif
bersifat umum (misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis
khusus). Bakat khusus disebut juga talent.
(Conry Semiawan, dkk., 1987: 2).
2.2.2
Jenis-Jenis
Bakat Khusus
Setiap
orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat
yang berbeda-beda.
Pemberian
nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan berdasar atas bidang apa
bakat tersebut berfungsi. Macam bakat
akan sangat tergantung pada konteks kebudayaan di mana seseorang individu hidup
dan dibesarkan. Mungkin penamaan itu bersangkutan dengan bidang studi, mungkin
pula dalam bidang kerja.
2.2.3
Kaitan antara Bakat dan Prestasi
Bakat
memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan
tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi
agar bakat itu dapat terwujud.
Keunggulan
dalam salah satu bidang apakah bidang sastra, matematika atau seni, merupakan
hasil interaksi dari bakat yang dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan yang
menunjang, termasuk minat dan dorongan pribadi.
2.2.4
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat Khusus
Sebab
atau faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus atau seseorang
tidak dapat mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain
prestasinya di bawah potensinya dapat terletak pada anak itu sendiri dan
lingkungan.
a. Anak
itu sendiri. Misalnya anak itu tidak atau kurang berminat untuk mengembangkan
bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi
yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi
sehingga ia mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan berprestasi sesuai
dengan bakatnya.
b. Lingkungan
anak. Misalnya orang tuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan
sarana pendidikan yang ia butuhkan, atau ekonominua cukup tinggi tetapi kurang
memberi perhatian terhadap pendidikan anak.
2.2.5
Perbedaan
Individu dalam Bakat Khusus
Pada
dasarnya setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu. Anak berbakat ialah mereka yang
mempunyai bakat-bakat dalam derajat tinggi dan bakat-bakat yang unggul. Ada
anak yang berbakat intelektual umum, bakat akademis khusus, kemampuan berpikir
kreatif-produktif, bakat dalam bidang olahraga, atau dalam salah satu bidang
seni seperti melukis atau musik, bakat dalam keterampilan teknik, dan ada juga
bakat dalam bidang psikososial.
Masalah
bakat dapat meliputi macam-macam bidang, termasuk misalnya bakat musik atau
melukis dan lain-lain yang sifatnya non-intelektual.
2.2.6
Upaya
Pengembangan Bakat Khusus Remaja dan Implikasi-Implikasi dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
Sampai
sekarang boleh dikatakan belum ada tes bakat yang cukup luas daerah
pemakaiannya. Hal ini disebabkan tes bakat sangat terikat kepada konteks
kebudayaan di mana tes itu disusun, sedang macam-macam bakat juga terikat
kepada konteks kebudayaan di mana klasifikasi bakat itu dibuat.
Yang
harus diukur oleh alat identifikasi adalah baik potensi (bakat pembawaan)
maupun bakat yang sudah terwujud dalam prestasi yang tinggi. Alat ukur atau tes
apa yang dipakai tentu saja tergantung pada macam bakat yang dicari.
Adapun
kondisi-kondisi lingkungan yang bersifat memupuk bakat anak adalah keamanan
psikologis dan kebebasan psikologis.
Anak
akan merasa aman secara psikologis apabila:
a. Pendidik
dapat menerimanya sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya,
serta memberikan kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.
b. Pendidik
mengusahakan suasan di mana anak tidak merasa dinilai oleh orang lain. Memberi
penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan
kebutuhan akan pertahanan diri.
c. Pendidikan
memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan
perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut
pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan bakatnya.
Anak
akan merasakan kebebasan psikologis apabila orang tua dan guru memberi
kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaannya. Kecuali itu pendidikan hendaknya berfungsi mengembangkan
bakat anak, jangan semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat
skolastik.
Pada
akhir masa remaja anak sudah banyak memikirkan tentang apa yang ingin ia
lakukan dan apa yang ia mampu lakukan.
Dengan pengenalan bakat yang dimilikinya dan upaya pengembangannya dapat
membantu remaja untuk dapat menentukan pilihan yang tepat dan menyiapkan
dirinya untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1)
Makna
intelegensi mengandung unsur-unsur
yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan
kemampuan seseorang dalam berpikir dan/atau bertindak.
2)
Pandangan
pertama yang mengakui bahwa intelegensi itu adalah faktor bakat, dinamakan
aliran Nativisme, sedangkan pandangan kedua yang menyatakan bahwa inteligensi
itu dapat dipengaruhi oleh lingkungan dinamakan aliran Empirisme.
3)
Ikhtiar pendidikan, khususnya melalui
proses pembelajaran, guna mengembangkan kemampuan intelektual setiap peserta
didik harus di pupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap
individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing.
4)
Bakat
adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, baik
yang bersifat umum maupun khusus. Disebut bakat khusus apabila kemampuan yang
berupa potensi tersebut bersifat khusus, misalnya bakat akademik, social, seni,
kinestetik, dan sebagainya. Bakat khusus disebut talent, sedang bakat
umum (intelektual) disebut gifted.
5)
Sebab atau faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan bakat khusus atau seseorang tidak dapat mewujudkan
bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain prestasinya di bawah potensinya
dapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.
3.2 SARAN
Sebaiknya, untuk mengetahui tingkat
perkembangan intelek seseorang harus dilakukan berdasarkan tahap-tahapnya,
sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun intelegensi tersebut merupakan
bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan faktor hereditas, namun faktor
lingkungan juga sangat berpengaruh dalam perkembangan intelek seseorang. Untuk
itu, agar perkembangan intelek berkembang dengan baik maka harus diperhatikan faktor-faktor
tersebut.
Diharapkan orang tua jeli dalam
melihat bakat khusus yang dimiliki oleh anak mereka, serta mereka mendukung
secara optimal pengembangan bakat khusus tersebut, dengan memberikan sarana dan
prasarana yang memadai untuk mengembangkan bakat khusus tersebut secara
optimal. Diharapkan lingkungan sosial juga memberikan dukungan yang positif
kepada anak yang berbakat dengan memberikan pelatihan-pelatihan khusus sesuai
dengan bakat nya tersebut, dan juga lingkungan memberikan apresiasi kepada anak
yang berbakat dengan mengadakan lomba-lomba bagi mereka yang berbakat dan
diberikan penghargaan bagi mereka yang berprestasi.