Sabtu, 12 Mei 2012

Perkembangan Intelektual dan Bakat Khusus

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang Masalah
          Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan menggunakan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persolan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.

          Kecerdasan (intelegensi) individu berkembang sejalan dengan interaksi antara aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lainnya dan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya begitu juga dengan alamnya. Maka dengan itu individu mempunyai kemampuan untuk belajar dan meningkatkan potensi kecerdasan dasar yang dimiliki.
          Kreativitas, menurut Guilford (1956), dapat dinilai dari ciri-ciri aptitude seperti kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas, maupun ciri-ciri non-aptitude, antara lain temperamen, motivasi, serta komitmen menyelesaikan tugas dengan baik dan cermat. Dalam hal ini bakat merupakan interseksi dari faktor bawaan dan pengaruh lingkungan. Jadi, apabila seseorang terlahir dengan suatu bakat khusus, jika dididik dan dilatih, bakat tersebut dapat berkembang dan dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya jika dibiarkan saja tanpa pengarahan dan penguatan, bakat itu akan mati dan tak berguna. Bakat adalah penggalian terus- menerus dan pemanfaatan seluruh kapasitas otak secara bertanggung jawab untuk mewujudnyatakan berbagai hal yang tidak itu-itu saja, atau sesuatu yang sudah telanjur dicap sebagai bakat yang terbatas dan tidak mau berusaha.





1.2            Tujuan Penulisan
1.      Memahami makna intelek, hubungan intelek dan tingkah laku.
2.      Mengetahui karakteristik perkembangan intelek remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
3.      Mengetahui perbedaan individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek.
4.      Memahami makna dan jenis-jenis bakas khusus.
5.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus.

1.3            Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan intelek?
2.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intelek?
3.      Bagaimana  perbedaan individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek?
4.      Apa yang dimaksud bakat khusus dan apa saja jenis-jenis bakat khusus?
5.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus?

1.4            Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode berupa metode kepustakaan sebagai metode utama. Yang meliputi pencarian data melalui buku pembelajaran dan browsing melalui internet.






BAB II
PERKEMBANGAN INTELEKTUAL DAN BAKAT KHUSUS
2.1 Perkembangan Intelek
2.1.1Pengertian Intelek dan Inteligensi
            Menurut English  & English dalam bukunya “A Comprehensive Dictionary of Psychological and Psychoanalitical Terms”, istilah intellect berarti antara lain:
(1) kekuatan mental dimana manusia dapat berpikir;
(2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir (misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan
(3) kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (Intelligence = intellect).

            Istilah inteligensi telah banyak digunakan, terutama di dalam bidang psikologi dan pendidikan, namun secara definitif  istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang inteligensi, seperti yang dikemukakan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), ia mengajukan beberapa rumus inteligensi sebagai berikut:
1)      Inteligensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
2)      Inteligensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
3)      Inteligensi meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan menggunakannya secara efektif.
4)      William Stern mengemukakan bahwa inteligensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan pengguanaan fungsi berpikir.
5)      Binet berpendapat bahwa inteligensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipegaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan inteligensi.
            Rumusan-rumusan tersebut mengungkapkan bahwa makna inteligensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak. Berhubungan dengan masalah kemampuan itu, para ahli psikologi telah mengembangkan berbagai alat ukur (tes inteligensi) untuk menyatakan tingkat kemampuan berpikir atau inteligensi seseorang. Salah satu tes inteligensi yang terkenal adalah tes yang dikembangkan oleh Alferd Binet (1857-1911). Tes Binet ini disempurnakan oleh Theodore Simon, sehingga tes tersebut terkenal dengan sebutan “Tes Binet Simon”. Hasil tes inteligensi dinyatakan dalam angka, yang menggambarkan perbandingan antara umur kemampuan mental atau kecerdasan (mental age disingkat MA) dan umur kalender (chronological age disingkat CA). Pengukuran tingkat inteligensi dalam bentuk perbandingan ini diajukan oleh William Stern (1871-1938), seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman, dengan sebutan Intelligence Quotient yang disingkat IQ artinya perbandingan kecerdasan. Rumus perhitungan yang diajukan adalah:
Apabila tes tersebut diberikan kepada anak umur tertentu dan ia dapat menjawab dengan betul seluruhnya, berarti umur kecerdasannya (MA) sama dengan umur kalender (CA), maka nilai IQ yang didapat anak itu sama dengan 100. Nilai ini menggambarkan kemampuan seorang anak yang normal. Anak yang berumur, misalnya 6 tahun hanya dapat menjawab tes untuk anak umur S tahun , akan didapati nilai IQ di bawah 100 dan ia dinyatakan sebagai anak berkemampuan di bawah normal; sebaliknya bagi anak umur S tahun tetapi telah dapat menjawab dengan benar tes yang diperuntukkan bagi anak umur 6 tahun, maka nilai IQ anak itu di atas 100, dan ia dikatakan sebagai anak yang cerdas.
2.2.2 Hubungan antara Intelek dan Tingkah Laku
            Bagi remaja, corak perilaku pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
            Mereka dapat memikirkan perihal diri sendiri. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik diri. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi yang akan datang nyata dalam pikirannya, perihal keadaan diri yang tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk kelak di kemudian hari.
            Di samping itu pengaruh egosentris masih terlihat pada pikirannya.
1)         Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2)         Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
            Egosentrisme inilah yang menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkah laku.Egosentrisme dapat menimbulkan reaksi lain dimana remaja justru melebih-lebihkan diri dalam penilaian diri sendiri. Mereka merasa dirinya “ampuh” atau “hebat” sehingga berani menantang malapetaka dan menceburkan diri dalam aktivitas yang sering kurang dipersiapkan dan justru berbahaya.       
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhirnya, pengaruh egosentrisme pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.
2.2.3 Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
            Inteligensi pada masa remaja tidak mudah diukur karena tidak mudah terlihat perubahan  kecepatan perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya 3-4 tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan yang teratur. Pada awal masa remaja kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut “masa operasi formal” (berpikir abstrak). Pada masa ini, remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang “mungkin” di samping hal yang nyata (real) (Gleitman, 1986: 475-476). Pada usia remaja ini, anak sudah dapat berpikir abstrak dan hipotek. Dalam berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu:
a. Sifat Deduktif Hipotesis
            Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoritik. Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir induktif di samping deduktif, oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia lakukan, ia dapat membuat suatu strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang juga disebut proporsi-proporsi, kemudian mencari hubungan antara proporsi yang berbeda-beda tadi.  Berhubungan dengan itu, maka berpikir operasional juga disebut proposisional.
b. Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris
            Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis.            Dengan berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung yang mungkin ada. Berpikir abstrak atau formal operation ini merupakan cara berpikir yang bertalian dengan hal-hal yang tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak langsung dihayati.
            Cara berpikir terlepas dari tempat dan waktu, dengan cara hipotesis, deduktif yang sistematis, tidak selalu dicapai oleh semua remaja. Tercapai atau tidak tercapainya cara berpikir ini tergantung juga pada tingkat inteligensi dan kebudayaan sekitarnya. Seorang remaja yang dengan kemampuan inteligensi terletak di bawah normal atau nilai IQ kurang dari 90%, tidak akan mencapai taraf  berpikir yang abstrak.
            2.1.4 Faktor-Faktor  yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
            Pandangan pertama yang mengakui bahwa inteligensi itu adalah faktor bakat, dinamakan aliran Nativisme, sedangkan pandangan kedua yang menyatakan bahwa inteligensi itu dapat dipengaruhi oleh lingkungan dinamakan aliran Empirisme.
            Menurut Andi Mappiare (1982: 80), hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain:
1)   Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga mampu berpikir reflektif.
2)   Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.
3)   Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
            Wechsler berpendapat bahwa keseluruhan inteligensi seseorang tidak dapat diukur.  IQ adalah suatu nilai yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira karena selalu dapat terjadi perubahan-perubahan berdasarkan faktor-faktor individual dan situasional.
a. Peranan Pengalaman dari Sekolah terhadap Inteligensi
            Penelitian tentang pengaruh taman indria terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi. Rata-rata tingat IQ asal mereka adalah 110. Mereka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan perbedaan kemajuan atau “gained”. Rata-rata IQ mereka lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.
b. pengaruh Lingkungan terhadap Perkembangan Inteligensi
            Pengaruh belajar dalam arti lingkungan terhadap perkembangan inteligensi cucup besar, seperti telah dibuktikan berbagai korelasi.
            Semakin tinggi kualitas lingkungan rumah, cenderung semakin tinggi juga IQ anak. Tiga unsur penting dalam keluarga yang amat berpengaruh, yaitu:
a.       Jumlah buku, majalah, dan materi belajar lainnya yang terdapat dalam lingkungan keluarga.
b.      Jumlah ganjaran dan pengakuan yang diterima anak dari orang tua atas prestasi akademiknya,
c.       Harapan orang tua akan prestasi akademik anaknya.
2.1.5 Perbedaan Individu dalam Kemampuan dan Perkembangan Intelek
            Secara hereditas, individu memiliki potensi yang dapat menyebabkan perbedaan dalam perkembangan berpikir mereka. Berkembang atau tidaknya potensi tersebut tergantung pada lingkungan. Ini berarti bahwa apakah anak akan mempunyai kemampuan berpikir normal, di atas normal atau di bawah normal sangat tergantung pada lingkungan.
            Perbedaan individu dalam perkembangan intelek menunjuk kepada perbedaan dalam kemampuan dan kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan individual peserta didik akan tercermin pada sifat-sifat atau ciri-ciri mereka dalam kemampuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan belajar, serta kualitas proses dan hasil belajar baik dari segi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
            Sebaran nilai IQ ( hasil pengukuran intelegensi ) menunjukkan adanya perbedaan individual tentang kemampuan berpikir. Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasannya, manusia dapat dikatagorikan menjadi 6 kelompok, yaitu :
1)  Di bawah 70, anak mengalami kelainan mental atau keterbelakangan
 Di antara keterbelakangan ada yang disebut dengan:
a.       Idiot IQ : 0-29 : keterbelakangan yang sangat rendah sekali. Tidak dapat berbicara hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja, tidak dapat mengurus dirinya seperti ; mandi, makan dan rata-rata kemampuan ini berada di tempat tidur, kemapuannya seperti anak bayi. Kemapuan ini tidak tahan terhadap penyakit.
b.      Imbecile IQ : 30-40 lebih meningkat dari idiot, jika dilatih dalam berbahasa ia mampu, tetapi sangat sukar sekali, dalam berbahasa kadang dapat dimengerti dan kadang idak dapat. Dapat mengurus dirinya dengan latihan dan pengawasan yang benar. Biasanya anak yang umur 7 tahun kemampuan kecerdasannya sama dengan anak yang berumur 3 tahun.
2) 71 – 85, anak di bawah normal (bodoh)
3) 86 – 115, anak yang normal
4) 116 – 130, anak di atas normal (pandai)
5) 131 – 145, anak yang superior (cerdas)
6) 145 ke atas anak genius ( istimewa )
            Sebagai kesimpulan dari berbagai pendekatan/teori psikologi yang ada, menunjukkan bahwa intelegensi itu bersifat individual, artinya antara satu dan lainnya tidak sama persis kualitas IQnya.
2.1.6 Usaha-Usaha dalam Membantu Mengembangkan Intelek Remaja dalam Proses Pembelajaran
            Ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guru mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik adalah kesadaran pendidik terhadap kemampuan intelektual setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing. Menurut Conny Semiawan (1984), penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kemampuan intelektual anak yang di dalamnya menyangkut keamanan psikologis dan kebebasan psikologis merupakan faktor yang sangat penting.
            Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai berikut :
1)      Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard). Artinya, apapun keberadaan peserta didik dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki kemampuan intelektual yang dikembangkan secara maksimal.
2)      Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu dinilai oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan dapat dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan pertahanan diri. Memang kenyataannya, pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak mencemaskan peserta didik, melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sikap kompetitif secara sehat.
3)      Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi peserta didik, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini, peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
4)      Menerima remaja secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard). Artinya, apapun adanya remaja itu dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan bahwa pada dasarnya setiap remaja memiliki kemampuan intelektual yang dapat dikembangkan secara maksimal.
5)      Memahami pemikiran, perasaan dan perilaku remaja, menempatkan diri dalam situasi remaja, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini remaja akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
6)      Memberikan suasanan psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan pikiran-pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri.
Teori Piaget mengenai pertumbuhan kognitif sangat erat dan penting hubungannya dengan umur serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukkan bahwa aktivitas adalah sebagai unsur pokok dalam pertumbuhan kognitif. Pengalaman belajar yang aktif cenderung untuk memajukan pertumbuhan kognitif, sedangkan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang lain saja akan mempunyai konsekuensi yang minimal terhadap pertumbuhan kognitif termasuk perkembangan intelektual.
Penting bagi pendidik untuk mengetahui isi dan ciri-ciri dari setiap tahap perkembangan kognitif peserta didiknya sehingga dapat mengambil keputusan tindak edukatif yang tepat. Dengan demikian, dapat dihasilkan peserta didik yang memahami pengalaman belajar yang diterimanya. Menyesuaikan sistem pengajaran dengan kebutuhan peserta didik merupakan jalan untuk meninggalkan prinsip lama, yaitu guru tinggal menunggu sampai peserta didik siap sendiri, kemudian baru diberi pelajaran. Sekarang tidak demikian keadaannya.

2.2 Bakat Khusus

            Merupakan kenyataan yang berlaku dimana-mana bahwa manusia berbeda satusama lain dalam berbagai hal, antara lain dalam inteligensi, bakat, minat, kepribadian, keadaan jasmani dan perilaku sosial. Adakalanya seseorang lebih cekatan dalam atu bidang kegiatan dibandingkan dengan orang lain. Dalam bidang tertentu ia mungkin menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan orang lain.


           
2.2.1 Pengertian Bakat Khusus
                Bakat (aptitude) mengandung makna kemampuan bawaan yang merupakan potensi( potential ability) yang masih perlu pengembangan dan latihan lebih lanjut. Karena sifatnya yang masih potensial atau masih laten, bakat memerlukan ikhtiar pengembangan dan pelatihan secara serius dan sistematis agar dapat terwujud ( Utami Munandar 1992 ).
Bakat khusus (talent) adalah kemampuan bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh kesempatan berkembang dengan baik, akan muncul sebagai kemampuan khusus dalam bidang tertentu sesuai potensinya.
            Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus yang secara garis besar dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Factor internal adalah factor yang berasal dari dalam diri individu, antara lain :
1. Minat
2. Motif berprestasi
3. Keberanian mengambil rresiko
4. Keuletan dalam menghadapi tantangan
5. Kegigihan atau daya juang dalam mengatasi kesulitan
            Adapun faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari lingkungan individu tumbuh dan berkembang, antara lain :
1. Kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri
2. Sarana dan prasarana
3. Dukungan dan dorongan dari orang tua atau keluarga
4. Lingkungan tempat tinggal
5. Pola asuh orang tua
            Guilford ( Sumadi S, 1991 : 169 ) mengemukakan bahwa bakat itu mencakup 3 dimensi psikologis, yaitu :
a. Dimensi Perseptual
       Dimensi perceptual meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi, dan hal ini meliputi factor-faktor antara lain :
-          Kepekaan indra
-          Perhatian
-          Orientasi waktu
-          Luasnya daerah persepsi
-          Kecepatan persepsi
b. Dimensi Psikomotor
       Dimensi psikomotor ini mencakup 6 faktor, yaitu :
-          Kekuatan
-          Impuls
-          Kecepatan rangsang
-          Ketelitain yang terdiri atas 2 macam, yaitu :
ü  Factor kkecepatan statis, yang menitikberatkan pada posisi
ü  Factor ketepatan dinamis, yang menitikberatkan pada gerakan
-           Koordinasi
-          Keluwesan ( flexibility )
c. Dimensi Intelektual
Dimensi inilah yang umumnya mendapat sorotan luas, karena memang dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat lua. Dimensi ini meliputi 5 faktor, yaitu :
a.       Faktor ingatan
ü  Substansi
ü  Relasi
ü  Sistem
b.      Faktor ingatan mengenai pengalaman terhadap :
ü  Keseluruhan informasi
ü  Golongan (kelas)
ü  Hubungan-hubungan
ü  Bentuk atau struktur
ü  Kesimpulan
c.       Faktor Evaluatif, yang meliputi evaluasi mengenai :
ü  Identitas
ü  Relasi-relasi
ü  Sistem
ü  Penting tidaknya problem (kepekaan terhadap problem yang dihadapi)
d.      Faktor berpikir konvergen, yang meliputi factor untuk menghasilkan:
ü  Nama-nama
ü  Hubungan-hubungan
ü  Istem-sistem
ü  Transformasi
ü  Implikasi-implikai yang unik
e.       Faktor berfikir divergen, yang mliputi factor :
ü  Untuk menghasilkan unut-unit, seperti : word fluency, ideationsl fluency
ü  untuk pengalihan kelas-kelas secara spontan
ü  Kelancaran dalam menghasilkan  hubungsn-hubungan
ü  Untuk menghasilkan sistem, seperti : expressional fluency
ü  Untuk transformasi divergen
ü  Untuk menyusun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka.
Kemampuan adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang, sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan di masa yang akan datang. Insting umumnya terdapat pada hewan, di mana dengan insting itu hewan dapat melakukan sesuatu tanpa latihan sebelumnya.
Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bersifat umum (misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Bakat khusus disebut juga talent. (Conry Semiawan, dkk., 1987: 2).


2.2.2        Jenis-Jenis Bakat Khusus
Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda.
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan berdasar atas bidang apa bakat tersebut berfungsi.  Macam bakat akan sangat tergantung pada konteks kebudayaan di mana seseorang individu hidup dan dibesarkan. Mungkin penamaan itu bersangkutan dengan bidang studi, mungkin pula dalam bidang kerja.

2.2.3         Kaitan antara Bakat dan Prestasi
Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud.
Keunggulan dalam salah satu bidang apakah bidang sastra, matematika atau seni, merupakan hasil interaksi dari bakat yang dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan yang menunjang, termasuk minat dan dorongan pribadi.

2.2.4        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat Khusus
Sebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus atau seseorang tidak dapat mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain prestasinya di bawah potensinya dapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.
a.       Anak itu sendiri. Misalnya anak itu tidak atau kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan berprestasi sesuai dengan bakatnya.
b.      Lingkungan anak. Misalnya orang tuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang ia butuhkan, atau ekonominua cukup tinggi tetapi kurang memberi perhatian terhadap pendidikan anak.

2.2.5        Perbedaan Individu dalam Bakat Khusus
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu. Anak berbakat ialah mereka yang mempunyai bakat-bakat dalam derajat tinggi dan bakat-bakat yang unggul. Ada anak yang berbakat intelektual umum, bakat akademis khusus, kemampuan berpikir kreatif-produktif, bakat dalam bidang olahraga, atau dalam salah satu bidang seni seperti melukis atau musik, bakat dalam keterampilan teknik, dan ada juga bakat dalam bidang psikososial.
Masalah bakat dapat meliputi macam-macam bidang, termasuk misalnya bakat musik atau melukis dan lain-lain yang sifatnya non-intelektual.

2.2.6        Upaya Pengembangan Bakat Khusus Remaja dan Implikasi-Implikasi dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Sampai sekarang boleh dikatakan belum ada tes bakat yang cukup luas daerah pemakaiannya. Hal ini disebabkan tes bakat sangat terikat kepada konteks kebudayaan di mana tes itu disusun, sedang macam-macam bakat juga terikat kepada konteks kebudayaan di mana klasifikasi bakat itu dibuat.
Yang harus diukur oleh alat identifikasi adalah baik potensi (bakat pembawaan) maupun bakat yang sudah terwujud dalam prestasi yang tinggi. Alat ukur atau tes apa yang dipakai tentu saja tergantung pada macam bakat yang dicari.

Adapun kondisi-kondisi lingkungan yang bersifat memupuk bakat anak adalah keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.
Anak akan merasa aman secara psikologis apabila:
a.       Pendidik dapat menerimanya sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberikan kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.
b.      Pendidik mengusahakan suasan di mana anak tidak merasa dinilai oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
c.       Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan bakatnya.

Anak akan merasakan kebebasan psikologis apabila orang tua dan guru memberi kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. Kecuali itu pendidikan hendaknya berfungsi mengembangkan bakat anak, jangan semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat skolastik.
Pada akhir masa remaja anak sudah banyak memikirkan tentang apa yang ingin ia lakukan dan apa  yang ia mampu lakukan. Dengan pengenalan bakat yang dimilikinya dan upaya pengembangannya dapat membantu remaja untuk dapat menentukan pilihan yang tepat dan menyiapkan dirinya untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya.



BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
1)      Makna intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan/atau bertindak.
2)      Pandangan pertama yang mengakui bahwa intelegensi itu adalah faktor bakat, dinamakan aliran Nativisme, sedangkan pandangan kedua yang menyatakan bahwa inteligensi itu dapat dipengaruhi oleh lingkungan dinamakan aliran Empirisme.
3)      Ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guna mengembangkan kemampuan intelektual setiap peserta didik harus di pupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing.
4)      Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, baik yang bersifat umum maupun khusus. Disebut bakat khusus apabila kemampuan yang berupa potensi tersebut bersifat khusus, misalnya bakat akademik, social, seni, kinestetik, dan sebagainya. Bakat khusus disebut talent, sedang bakat umum (intelektual) disebut gifted.
5)      Sebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus atau seseorang tidak dapat mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain prestasinya di bawah potensinya dapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.

3.2  SARAN
Sebaiknya, untuk mengetahui tingkat perkembangan intelek seseorang harus dilakukan berdasarkan tahap-tahapnya, sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun intelegensi tersebut merupakan bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan faktor hereditas, namun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam perkembangan intelek seseorang. Untuk itu, agar perkembangan intelek berkembang dengan baik maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut.
Diharapkan orang tua jeli dalam melihat bakat khusus yang dimiliki oleh anak mereka, serta mereka mendukung secara optimal pengembangan bakat khusus tersebut, dengan memberikan sarana dan prasarana yang memadai untuk mengembangkan bakat khusus tersebut secara optimal. Diharapkan lingkungan sosial juga memberikan dukungan yang positif kepada anak yang berbakat dengan memberikan pelatihan-pelatihan khusus sesuai dengan bakat nya tersebut, dan juga lingkungan memberikan apresiasi kepada anak yang berbakat dengan mengadakan lomba-lomba bagi mereka yang berbakat dan diberikan penghargaan bagi mereka yang berprestasi.