OTONOMI DAERAH
Keadaan geografis Indonesia yang
berupa kepulauan berpengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Negara Indonesia.
Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit
mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan
atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan
yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari
pusat. Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang
memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah
pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai
munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut ditandai dengan
banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indornesia.Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak merata
juga merupakan salahsatu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang
memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah
sekaligus menjadi pendapatan nasional. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa
terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada
daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan
pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah. Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak
bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam
perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan
yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan
nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia
yang berdasar pada sila Kelima Pancassila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
A. HAKIKAT
OTONOMI DAERAH
1.
Pengertian
Otonomi daerah
adalah hak, wewenang dan kemajuan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Daerah otonom
adalah kesatuan masyarakat hukum yang menpunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem Pemerinth Nasional dan berada di daerah
kabupaten.
Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonomi
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada guberur sebagi wakil
pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah.
Tugas
Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksankan tugas tertentu yang
diserta pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan
kewajibannya kepada yang menugaskan.
Sebelum membahas lebih
jauh sebaiknya perhatikan dahulu ketentuan pasal 18 dan 18 B UUD 1945 mengenai
hakikat otonomi daerah sebagai berikut :
1.
Pasal 18
Ayat 1 :Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah –daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah , yang diatur dengan
undang-undang.
Ayat 2 : Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
Ayat 3 : Pemerintahan daerah provinsi , daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotaya dipilih melalui pemilihan umum.
Ayat 4 :Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-
masing sebagai kepala daerah provinsi , kabupaten , dan kota dipilih secara demokratis .
Ayat 5 :Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang- undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat.
Ayat 6 :Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksnakan otonomi dan tugas pembantuan.
Ayat 7 :Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang- undang
2. Pasal 18B
Ayat 1 :Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Ayat 2 :Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsipNegara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang- undang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Ayat
1 dan Ayat 2 UUD 1945 tersebut, Negara Kesatuan Replublik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas daerah kabupaten dan
kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota ini mempunyai pemerintahan daerah
yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asaa otonomi dan
tugas pembantuan.
Oleh karena itu, Negara Republik
Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggarakan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud
dengan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasrkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang
dimaksud daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu dan berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan otonomi daerah maka daerah
diberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara
proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan
sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi, kesetaraan, pemerataan, dan kaedilan, serta potensi
dan kesadaran akan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia,yaitu semangat Bineka Tunggal Ika.
Berdasarkan penjelasan
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ,
dijelaskan maksud kewenangan otonomi luas, otonomi nyata, dan otonomi yang bertanggung
jawab.
1.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewnangan di bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fisikal, agama, serta
kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan
pemerintahan.
2.
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta
tumbuh , hidup dan berkembang di daerah.
3.
Otonomi yang bertanggungjawab adalah
berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak
dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul
oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa, yaitu.
a.
Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang sedemikian baik;
b.
Pengembangan kehidupan demokrasi , keadilan, dan pemerataan; serta
c.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
No
|
Berdasarkan UU No
5 Tahun 1974
|
Berdasarkan UU No 22 Tahun 1999
|
1
|
Pemeritah pusat adalah perangkat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para pembantunya.
|
Pemerintah pusat adalah Perangkat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para
menteri.
|
2
|
Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah
dan DPRD
|
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah
beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
|
3
|
DPRD termasuk Badan Eksekutif karena
masuk bagian dalam Pemerintah Daerah sehingga kurang berfungsi sebagai
lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan di daerah.
|
DPRD adalah Badan Legislatif Daerah
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah Daerah.
|
Sebelum ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini , Undang-Undang
yang berlaku untuk mengatur pemerintahan daerah adalah Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 ini sudah tidak berlaku lagi , dan sekarang yang berlaku adalah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Perbedaan
penting antara kedua Undang-Undang tersebut antara lain sebagai berikut.
Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Prinsip
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah
sebagi berikut :
1.
Digunakannya asas desentralisasi , dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
2.
Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang
dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan
3.
Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksakan di Daerah Provinsi, Daerah
Kabupaten, Daerah Kota, dan Desa.
Adapun yang dijadikan dasar atau
landasan pelaksanaan otonomi daerah adalah Ketetapan MPR No. XV/ MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengauran dan pemanfaatan Sumber Daya
nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
Kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR tersebut kemudian
ditindaklanjuti denggan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pelaksanaan Otonomi Daerah selain
mengacu atau berlandaskan acuan hukum di atas, juga sebagai penerapan
(implementasi) tuntutan globalisasi yang mau tidak mau, suka tidk suka daerah
harus lebih diberdayakan dengan cara daerah diberikan kewenangan yang lebih
luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan
dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Adapun tujuan utama dikeluarkannya
atau duterapkan otonomi daerah pada tahun 1999 adalah di satu pihak membebaskan
pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan
dosmetik sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon, berbagai
kecenderungan global dan mengambil manfaat berkonsentrasi pada perumusan
kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan
desentralisasi maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal.
Kemampuan prakarsa dan kreativitas
pemerintah daerah akan terpacu, sehinhha kapabilitasnya atau kemampuannya dalam
mengatasi berbagai maslah dosmetik atau daerah akan semakin kuat.
Desentralisasi merupakan simbol atau tanda adanya kepercayaan pemerintah pusat
kepada daera. Ini dengan sendirinya akan mengembalikannya harga diri pemerintah
dan masyarakat daerah (Syaukani, gaffar an Rasyid, 2002:172).
Dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomo 32 dan 33 tahun 2004, kewenangan pemerintah pusat
didesentralisasi ke daerah ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi
mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah, kewenangan mengurus, dan
mengatur rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Jadi darri
uraian ini dapat disimpulkan, bahwa pemerintah pusat hanya berperan sebagai
supervisor, pemantau, pengawas dan penilai.
Berkaitan dengan pengertian
desentralisasi di atas, Litvack & Seddon (1992:2), sebagaimana dikutip oleh
Wasistono (2002:17-18) menyatakan desentralisasi adalah the transfer of authority and responsibility for publik function from
central government to subordinator quasi independent government organization or
he private sector.
Dengan demikian, yang dimaksud
desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi
publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke pihak lain, baik kepada
daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi membahas ataupun kepada sektor
swasta. Selanjtnya menurut Cheema & Rondinelli (1983) sebagaimana dikutip
Wasistono (2002:18) membagi desentralisasi menjadi empat tipe, yaitu:
a.
Desentralisasi
politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di
masyarakat.
b.
Desentralisasi
administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama, yaitu: desentralisasi, delegasi
dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintah dapat berjalan secara
efektif dan efisien.
c.
Desentralisasi
fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai
sumber dana.
d.
Desentralisasi
ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan tanggung jawab yang
berkaitan sektor publik ke sektor privat.
Menurut Syaukani dkk, (2002:
173-184) visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup
interaksinya yang utama, yaitu: Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya. Di
bidang politik, karena otonomi harus dipahami sebagai proses untk membuka ruang
bagi lahirnya kepala pemerintah yang responsif terhadap kepentingan masyarakat
luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas
pertanggungjawaban publik.
Gejala yang muncul dewasa ini,
khususnya dalam pemilihan Kepala Daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota
bagitu besar partisipasi masyarakat. Ini bisa dibuktikandari membanjirnya
calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan, baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten atau kota. Bahkan yang berminat dan mendaftarkan diri untuk
menjadi bakal calon Kepala Pemerintah Daerah, bukan hanya datang dari lapisan
masyarakat tertentu saja, tetapi juga datang dari berbagai lapisan, mulai dari
partai politik, pegawai pemda, pegawai dari kantor lainnya, pegawai swasta,
wiraswasta, bahkan ada juga dari unsur abang becak dan lain-lain. Ini mendakan,
bahwa kehidupan demokrasi di negara kita sudah semakin terbuka dan berkembang
dengan pesat.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah
di sau pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di
daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah
mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan
lahirnya berbagi prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi,
memudahkan proses pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi,
memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagi infrastruktur yang
menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian, otonomi daerah akan
membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke
waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi
daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptkan harmonisasi sosial, dan
pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondosif
terhadap kemampan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di
sekitarnya.
B. PERUMUSAN
KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH
1.
Pengertian
Kebijakan
adalah kebijaksanaan untuk mengatur sesuatu atau konsep yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dilaksanakan suatu pekerjaan atau pedoman untuk
mencapai sasaran. Publik adalah orang banyak atau umum atau semua orang.
Kebijakan publik adalh pedoman untuk mencapai sasaran bagi warga negara atau
konsep dasar yang dilaksanakan untuk mengatur warga negara.
Indonesia
adalah negara demokrasi. Demokrasi yang dijalankan oleh negara Indonesia adalah
demokrasi Pancasil, demokrasi Pancasila menghargai pendapat rakyat. Dalam UU
No. 2 tahun 1999, tentang partai politik yang disebutkan bahwa fungsi partai
politik adalah melaksanakan pendidikan politik rakyat dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, menyerap, menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan
masyarakatdalam pembuatan kebijakan publik melalui mekanisme badan-badan
permusyawaratan/perwakilan rakyat. Badan-badan yang dibentuk berdasarkan UUD
1945 yang bertugas menyalurkan aspirasi masyarakat, adalah:
a.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
b.
Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
c.
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi.
d.
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota.
2.
Perumusan
kebijakan publik
Pendapat
seseorang harus kita hargai, suara masyarakat sangatlah berharga bagi
perkembangan negara. Usulan dari masyarakat bawah merupakan masukan untuk
menetukan kebijakan publik atau peraturan perundang-undangan lebih lanjut.
Adapun
urut-urutan menyampaikan aspirasi yang pada akhirnya dijadikan sebagai suatu
keputusan secara nasional adalah, sebagai berikut;
a.
Pendapat atau
aspirasi seseorang dari tingkat paling bawah disalurkan kepada pengurus dan
menjadi keputusan dari bawah yang merupakan kesepakatan bersama.
b.
Keputusan yang
merupakan kesepakatan bersama itu dibawa ke tingkat anggota DPRD
Kabupaten/Kota, untuk dibicarakan dan dibahas menjadi keputusan DPRD
Kabupaten/Kota.
c.
Keputusan dari
DPRD Kabupaten/Kota selanjutnya diusulkan kepada DPRD Provinsi untuk
dibicarakan dan dibahas di DPRD Provinsi. Hasil pembahasan disahkan menjadi
keputusan DPRD Provinsi.
d.
Keputusan DPRD
Provinsi disampaikan ke DPR RI untuk
mendapat tanggapan yang selanjutnya dibahas dan dibicarakan dalam sidang DPR RI
untuk dapat disetujui menjadi keputusan nasional.
Contoh:
Undang-Undang lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Raya
No. 14 tahun 1992. Pada mulanya Undang-undang tersebut merupakan aspirasi dari
sebagian warga negara dan disetujui untuk menjadi Undang-Undang. Setelah
berlakunya Undang-undang No. 14 tahun1992, mendapat reaksi menolak
undang-undang tersebut dari masyarakat. Setelah menerima masukan dan pendapat
dari masyarakat lainnya, maka beberapa pasal-pasal diperbaiki, sehingga tidak
merugikan kepentingan masyarakat. Akhirnya masyarakat pun menerima UU itu untuk
ditaati dan dipatihi sebagai hukum yang berlaku.
Demikianlah contoh partisipasi
warga masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, tanpa kepedulian
keikutsertaan dari masyarakat, mustahil pemerintah dan wakil-wakil rakyat dapat
menjalankan tugasnya.
Dalam melaksanakan kebijakan publik
atau peraturan perundang-undang yang berlaku, mempunyai prinsip-prinsip yang
harus dipegang teguh bagi setiap warga negara.
Adapun prinsip-prinsip itu adalah,
sebagai berikut:
a.
Supremasi (kekuasaan
tertinggi) pada aturan-aturan hukum, artinya tidak ada kekuasaan
sewenang-wenang dan seseorang hanya boleh dihukum apabila melanggar hukum
dengan keputusan hakim di pengadilan.
b.
Kedudukan yang
sama dalam menghadapi hukum, baik untuk orang biasa maupun pejabat. Maksudnya
siapa pun mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang
perbedaan pangkat, jabatan, ataupun harta kekayaan.
c.
Terjaminnya
hak-hak manusia oleh Undang-Undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
Maksudnya hak setiap warga negara diatur, dijamin, dan dilindungi oleh
Undang-Undang.
3.
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD adalah
Badan Legislatif Daerah yang berkedudukan di Daerah Kabupaten atau Daerah Kota,
yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum, bersamaan dengan pemilihan
anggota DPR RI. DPRD memiliki tugas, wewenang, adapun tugas dan wewenang dari
DPRD berdasarkan pada pasal 42 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah sebagai berikut:
a.
Membentuk
Peraturan Daerah (Perda) yang dibahas dengan kepala daerah untuk mandapatkan
persetujuan.
b.
Membahas dan
menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah.
c.
Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya,
peraturan kepala daerah, APBD, krbijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan
program pembangunan dan kerjasama internasionaldi daerah.
d.
Mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
e.
Memilih wakil
kepala daerah dalam hal terjadi
kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
f.
Memberikan
pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
g.
Memberikan
persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh
pemerintah daerah.
h.
Meminta laporan
keterangan pertanggung jawaban kepala daerah.
i.
Membentuk
panitia pengawasan pemilihan kepala daerah.
j.
Melakukan
pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah.
k.
Memberikan
persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga
yang tidak membebani masyarakat daerah.
Selain
memiliki tugas dan wewenang didalam pasal 43 UU No. 32 tahun 2004, juga diatur
mengenai hak DPRD, yaitu:
a.
Hak Interpelasi
Adalah hak
untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah
daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat,
daerah, dan negara.
b.
Hak Angket
Adalah hak
untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepada daerah
yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c.
Hak menyatakan
pendapat
Adalah hak
untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai
kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai rekomendasi penyelesaiannya
atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
C.
PENTINGNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN
PUBLIK DI DAERAH
Melalui
otonomi daerah maka daerah diberi kewenangan yang lebih luas dalam mengelola
daerahnya masing-masing, baik dalam pengelolaan sumber daya manusia dan sumber
daya alam lainnya untuk kemajuan kesejahteraan di wilayahnya.
Berdasarkan
ketetapan MPR Nomor : IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, kebijakan daerah di arahkan kepada pencapaian sasaran-sasaran
sebagai berikut.
1.
Peningkatan pelayanan
publik dan pengembangan kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintah di
daerah.
2.
Kesetaraan hubungan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam
kewenangan dan keuangan.
3.
Untuk menjamin
peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
4.
Menciptakan ruang yang
lebih luas bagi kemandirian daerah.
Pemerintah daerah
sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah mempunyai kewajiban mewujudkan
tujuan pembangunan nasional khususnya di daerah agar tujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur dapat tercapai. Di antara tugas pemerintah atau
aparatur pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
sebaik-baiknya.
Setiap warga Negara
mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut telah diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Warga Negara yang baik tidak hanya menuntut haknya,
tetapi juga harus melaksanakan kewajiban. Hak dan kewajiban harus dilaksanakan
secara seimbang.
Kemajuan Negara atau
daerah merupakan tanggung jawab bersama, baik itu pemerintah maupun masyarakat.
Oleh karena itu, seluruh anggota masyarakat wajib berpartisipasi aktif dalam
pembangunan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan sesuai dengan
bidang dan kemampuan masing-masing.
Pemerintah daerah dalam
menjalankan roda pemerintahannya berdasar pada peraturan perundangan yang
berlaku. Peraturan perundangan tersebut, antara lain Undang-Undang Dasar,
undang-undang, peraturan pemerintah terutama yang berhubungan dengan
penyelenggaraaan otonomi daerah. Peraturan perundangan tersebut dijabarkan
dalam bentuk peraturan daerah.
Peraturan daerah dibuat
oleh kepala daerah dengan persetujuan DPRD. Peraturan daerah dibuat untuk
melaksanakan peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah. Peraturan Daerah (Perda) untuk tiap daerah tidak
sama karena disesuaikan dengan kondisi dan dinamika daerah masing-masing. Untuk
melaksanakan peraturan daerah maka kepala daerah menerapkan keputusan kepala
daerah.
Peraturan daerah dan
keputusan kepala daerah dibuat dalam rangka mengatur penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah oleh karena Perda dan
keputusan kepala daerah menyangkut kebijakan publik, maka setiap warga negara
dapat memberikan masukan dalam perumusan kebijakan publik.
Yang dimaksud dengan
kebijakan publik adalah kebijakan yang menyangkut kepentingan orang banyak atau
masyarakat umum.
Maksud dari pembuatan kebijakan publik adalah:
1.
Mewujudkan ketertiban
dalam masyarakat
2.
Melindungi hak-hak
masyarakat
3.
Mewujudkan ketentraman
dan kedamaian dalam masyarakat, serta
4.
Mewujudkan
kesejahteraan masyarakat
Kebijakan publik yang diambil
pemerintah daerah sebaiknya melibatkan masyarakat agar dalam pelaksanaannya
tidak menimbulkan protes dari masyarakat. Masukan dari masyarakat sangat penting dalam perumusan kebijakan
publik karena pemerintah dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan keinginan
masyarakat. Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan memberikan masukan
berupa usul, saran, atau memberikan gambaran dampak negative atau positif daerah kebijakan publik tersebut.
Usul, saran atau pendapat
masyarakat dapat disampaikan kepada DPRD melalui temu wicara dengan anggota
Dewan, menyampaikan secara tertulis kepada pemerintah daerah atau DPRD, menulis
di media massa dan sebagainya.
Kebijakan publik yang dibuat oleh
pemerintah daerah antara lain berikut ini.
1.
Penetapan pajak daerah
meliputi pajak hotel, restoran, hiburan reklame, penerangan jalan, pajak parkir
dan lain-lain.
2.
Penetapan retribusi,
misalnya retribusi jasa umum, jasa usaha, perizinan tertentu dan lain-lain.
3.
Penetapan larangan
pedagang kaki lima berjualan di trotoar.
4.
Penetapan jalur bus
kota dan antarkota.
Penetapan
kebijakan umum ini bisa menimbulkan protes dari sebagian masyarakat, terutama
masyarakat yang terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut, misalnya
penetapan jalur bus kota sering menimbulkan protes dari kalangan penjual jasa
angkutan karena merasa dirugikan. Mereka melakukan
demonstrasi dengan mogok bekerja atau tidak mengoperasikan kendaraannya.
Akibatnya, masyarakat umum dirugikan dengan aksi tersebut. Disinilah peran
masyarakat, baik pengguna maupun penjual jasa sangat penting dalam perumusan
kebijakan agar setelah kebijakan itu diputuskan dan dilaksanakan tidak
menimbulkan gejolak yang merugikan semua pihak.
D.
KONSEKUENSI TIDAK AKTIFNYA MASYARAKAT DALAM PERUMUSAN
DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH
Menurut
pasal 11 UU No. 22 Tahun 1999, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh
daerah kabupaten dan daerah kota meliputi bidang berikut, yakni:
1. Pekerjaan
umum
2. Kesehatan
3. Pendidikan
dan kebudayaan
4. Pertanian
5. Perhubungan
6. Industri
dan perdagangan
7. Penanaman
modal
8. Lingkungan
hidup
9. Pertanahan
10. Koperasi
11. Tenaga kerja
Bidang pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat adalah kewenangan dalam bidang berikut, yakni:
1. Politik
luar negeri
2. Pertahanan
keamanan
3. Peradilan
4. Moneter
dan fiskal
5. Agama
dan kewenangan bidang lain
Seperti diuraikan di atas bahwa
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah
menetapkanperaturan daerah atas persetujuan DPRD sebagai penjabaran peraturan
perundangan yang lebih tinggi. Peraturan daerah yang ditetapkan oleh kepala
daerah DPRD tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah
lain, dan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Untuk melaksanakan peraturan
daerah, kepala daerah menetapkan keputusan kepala daerah. Keputusan kepala
daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang
lebih tinggi, kepentingan umum, dan peraturan daerah.
Peraturan daerah dan keputusan kepala
daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menetapkannya dalam lembaran
daerah. Hal ini sesuai dengan Pasal 73 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999. Peraturan
daerah dan keputusan kepala daerah termasukkebijakan publik, artinya peraturan
daerah dan keputusan kepala daerah tersebut menyangkut dan diperuntunkan untuk
orang banyak atas masyarakat luas. Karena kebijakan publik tersebut
diperuntukannya untuk masyarakat luas, maka masyarakat wajib berperan serta
dalam perumusan dan pelaksaan kebijakan tersebut.
Apabila
kebijakan publik itu hanya dibuat oleh pemerintah tanpa melibatkan masyarakat
dalam perumusan dan pelaksanaannya, kebijakan publik itu akan dapat menimbulkan
dampak negatif, antara lain:
1.
Akan menimbulkan protes
atau penolakan dari masyarakat
2.
Kebijakan tersebut
tidak bisa dilaksanakan dengan baik
3.
Bisa menimbulkan
kecemasan dan keresahan masyarakat
4.
Turunnya kewajiban
pemerintah, serta
5.
Turunnya kepercayaan
masyarakat pada pemerintah.
Oleh
karena dampak negatifnya sangat luas bila masyarakat tidak aktif dalam
perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik, maka peran aktif dari masyarakat
sangat dibutuhkan. Konsekuensi dari tidak aktifnya masyarakat dalam perumusan
dan pelaksanaan kebijakan publik adalah sebagai berikut.
1.
Kebijakan publik yang
dibuat pemerintah belum tentu sesuai dengan keinginan masyarakat.
2.
Kebijakan tersebut
dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
3.
Kebijakan tersebut
dapat dipergunakan kepentingan kelompok atau golongannya.
4.
Kebijakan publik itu
tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat secara luas.
Apabila hal ini yang terjadi, maka masyarakat
sendiri yang akan rugi. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif
masyarakat agar kebijakan yang diambil pemerintah sesuai dengan harapan
masyarakat. Kita sebagai warga negara mempunyai tanggungjawab dan kewajiban
turut serta mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Bentuk partisipasi tersebut
dapat dilakukan dengan memberikan masukan kepada pemerintah dalam perumusan
kebijakan publik dan mengontrol pelaksaan kebijakan publik.
Kontrol masyarakat atas pelaksanaan
kebijakan publik sangat penting karena tanpa adanya kontrol dari masyarakat,
kebijakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab yang hanya mengejar untuk kepentingan sendiri.
Masukan dari masyarakat sangat
berharga bagi pemerintah. Daerah banyaknya masukan dari masyarakat maka
pemerintah dapat menyaring dan memisahkan mana usulan atau saran yang hanya
untuk perjuangan kepentingan kelompok atau golongan, mana yang bertujuan untuk
kesejahteraan seluruh rakyat. Kita harus menghindari masuknya saran atau usul
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, yang hanya mengejar kepentingan
sendiri atau golongannya. Apabila hal ini terjadi maka pemerintah tidak dapat
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat.
Dengan otonomi daerah maka
perkembangan daerah sangat tergantung dari daerah masing-masing dalam
merncanakan, mengelola, dan melaksanakan pembangunan. Partisipasi aktif
masyarakat sangat dibutuhkan untuk memajukan daerah.
1.
Kehidupan
masyarakat yang perlu dihindari
Dalam
kehidupan masyarakat taat dan patuh terhadap peraturan sangat bermanfaat untuk
menciptakan suasana aman, tenteram, terbit dan teratur dalam hidup
bermasyarakat. Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum atau peraturan.
Peraturanlah yang mengatur agar hubungan antar sesama manusia dapat berjalan
dengan tertib dan teratur, sehingga tidak ada anggota masyarakat yang berbuat
sewenang-wenang terhadap orang lain.
Dalam
rangka mewujudkan kesadaran terhadap peraturan yang berlaku, kita perlu
menghindari sikap-sikap yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat.
Adapun
sikap yang perlu kita hindari adalah, sebagai berikut:
a.
Menutup diri
dari pergaulan dan kegiatan masyarakat.
b.
Mengabaikan
serta malanggar peraturan/hukum yang berlaku.
c.
Mendahulukan
kepentingan pribadi/golongan daripada kepentingan umum.
d.
Anti terhadap
program-program pembangunan nasional.
2.
Masyarakat yang
tidak aktif dalam pelaksanaan kebijakan publik
Orang-orang
yang tidak bertanggungjawab dapat memberi masukan atau usulan yang mementingkan
golongan atau kelompoknya saja. Akibatnya, keadaan masyarakat yang penuh
kedisiplinan, ketertiban, saling menghargai, dan saling menghormati tidak akan
terjalin. Keadaan ini akan mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak
bertanggungjawab, sehingga akan mengganggu ketertiban masyarakat.
Faktor yang
menyebabkan ketidakaktifan maupun ketidakmampuan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam melaksanakan kebijakan publik adalah, sebagai berikut:
a.
Kerawanan yang
bersifat alamiah, yakni:
Kerawanan
alamiah adalah kerawanan yang ada dalam masyarakat yang kondisinya lemah,
sehingga dapat mengganggu kelangsungan hidup. Akibat dari kondisi yang lemah
sangat rawan untuk dimanfaatkan dan disalahgunakan serta ditunggangi oleh
kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Kerawanan
yang bersifat alamiah itu, antara lain:
1)
Letak geografis
Indonesia pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dan berbentuk
negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 13. 677 pulau. Hal ini
memungkinkan banyak kejahatan yang terjadi, seperti penyelundupan, bajak laut,
dan lain-lain.
2)
Kekayaan alam
yang melimpah ruah, baik potensial maupun efektif memungkinkan timbulnya
keinginan untuk memiliki dan menguasai.
3)
Keanekaragaman
yang ada di Indonesia, baik suku, agama, adat-istiadat/budaya, bahasa, maupun
mata pencaharian, memungkinkan timbulnya konflik masalah Suku, Agama, Ras, dan
Antar Golongan (SARA).
b.
Kerawanan
ketidakmampuan aparatur pemerintah, yakni:
Kerawanan
yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan kelemahan aparatur pemerintah dalam
menjalankan pemerintahan dan dapat menyebabkan pelayanan kepada masyarakat
kurang baik.
Kerawanan
itu antara lain:
1)
Birokrasi yang
panjang dan berbelit-belit.
2)
Belum
mempergunakan administrasi yang didukung oleh data dan informasi yang akurat.
3)
Etos kerja,
moral, dan mental yang kurang memadai.
4)
Aparat yang
kurang aspiratif dapat melakukan penyelewengan dan KKN.
c.
Kerawanan akibat
bertentangan dengan Pancasila
Kerawanan
tersebut adalah kondisi lemah yang ada karena perbedaan ideologi Pancasila
dengan ideologi atau kepentingan yang lain. Kalau kita tidak menyadari, suatu
saat Ideologi bangsa kita yaitu Pancasila hanyalah sebatas kata-kata mutiara
saja, tanpa kita hayati dan amalkan.
Hal ini
disebabkan oleh:
1)
Belum
membudayakan Pancasila sebagai satu-satunya asa dalam kehidupan bermasyarakat.
2)
Berbangsa dan
bernegara yang memungkinkan terjadinya dalam perbedaan pandangan. Belum
terwujudnya wawasan nusantara yang tangguh, ketahanan nasional yang kokoh, dan
wawasan kebangsaan yang mantap.
3)
Dampak negatif
globalisasi yang memungkinkan menyusupsnya paham liberalisme, sosialisme,
komunis, dan paham yang lainnya yang bertentangandengan Pancasila.
Jadi dapat
disimpulkan, apabila masyarakat tidak diajak untuk ikut berpartisipasi dalam
pelaksanaan suatu kebijakan publik dapat berakibat, masyarakat tidak merasa
memiliki suatu peraturan atau kebijakan publik. Akan lebih parah lagi, apalagi
ada kelompok atau oknum yang melakukan provokasi untuk tidak mau melaksankan
suatu kebijakan publik.
Akibat dari
ketidakaktifan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, dapat melahirkan
sebuah kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingan masyarakat.
Untuk itu, perlu peran aktif dari masyarakat, agar suatu kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah mendapat dukungan dan dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat. Hal ini tentu dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib,
dan teratur dalam melaksanakan suatu kebijakan publik.
3.
Usaha menjaga
pelaksanaan kebijakan publik
Untuk
menjaga agar penyusunan dan pelaksanaan kebijakan publik yang dibuat oleh
pemerintah yang berwenang tetap berpihak kepada kepentingan masyarakat, maka
masyarakat hendaknya bersikap aktif dalam mengikuti setiap perkembangan yang
ada.
Cara mengikuti
setiap perkembangan pelaksanaan kebijakan publik, antara lain:
a.
Mengikuti
berita-berita melalui masmedia(televisi, radio, surat kabar, dan lai-lain).
b.
Menyampaikan
aspirasi kepada wakil rakyat yang duduk di DPR maupun DPRD.
c.
Melaksanakan
kebijakan publik penuh dengan tanggungjawab.
d.
Memberikan
masukan yang berharga melalui surat pembaca di koran atau majalah.
Apabila
masyarakat tidak diajak berpartisipasi dalam pelaksanaan suati kebijakan
publik, dapat mengakibatkan masyarakat tidak merasa memiliki rencana
pelaksanaan suatu usaha pemerintah. Hal ni akan lebih parah akibatnya, jika ada
oknum salah satu anggota masyarakat yang melakukan suatu provokasi untuk
menolak pelaksanaan suatu kebijakan publik itu.
Bahkan
pernah terjadi demonstrasi dan pemogokan dari kalangan buruh di Indonesia,
ketika DPR dan pemerintah hendak mengesahkan dan memberlakukan suatu peraturan
perundangan Ketenagakerjaan yang dirasa tidak memihak kaum buruh, tetapi sangat
menguntungkan kalangan pengusaha. Yang disebabkan karena pada saat
menrencanakan dan merumuskan peraturan perundang-undangan tentang
ketenagakerjaan tidak melibatkan kaum buruh atau organisasi serikat buruh yang
ada, sehingga melakukan protes ketika akan diundangkan.
E. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Melalui otonomi daerah, maka daerah
Kabupaten dan Kota diberi kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan potensi
yang dimiliki masing – masing daerah. Pengelolaan potensi yang dimilikiantara
lain kekayaan sumber daya alam yang ada serta potensi sumber daya manusia. Sehingga
diharapkan dengan diberlakukkannya otonomi daerah akan terjadi peningkatan
kesejahteraan masyarakat di daerahnya masing – masing dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Menurut UUD 1945 PASAL 18 dan Undang – undang
nomor 32 tahun2004 tentang pemerrintahan daerah, negara indonesia menganut asas
desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan. Yang dimaksud desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah kepada Daerah Otonomi
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelimpahan wewenang
kepada pemerintah semata – mata dimaksudkan untuk mencapai suatu
pemerintahan yang efisien.
Adapun tujuan desentralisasi :
a.
Mencegah adanya
pemusatan keuangan di pemerintah pusat.
b.
Mengikutsertakan
rakyat bertanggung – jawab terhadap penyelanggaraan pemerintahan.
Ketetapan
MPR No. IV / MPR / 2000, yang isinya mengatur tentang rekomendasi kebijakan
penyelenggaraan otonomi daerah, memperkuat kedudukan Undang – undang No. 32
tahun 2004, mengatur tentang pemerintahan daerah. Yang selanjutnya pemerintah
daerah di beri hk untuk mengatur dan mengurusi rumah – tangga daerahnya sendiri
yang disebut hak otonomi daerah.
Dalam
ketetapan MPR Nomor IV / MPR / 2000, kebijakan otonomi daerah diarahkan untuk
mencapai sasaran – sasaran yaitu :
a.
Peningkatan
pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat serta apatur
pemerintah di daerah otonomi.
b.
Hubungan yang
sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
c.
Menjamin
peningkatan rasa kebangsaan,demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat.
d.
Menciptakan
kemandirian daerah otonomi yang lebih luas.
Dengan pemberian hak otonomi bagi
daerah merupakan upaya dari pemerintah untuk dapat menyeimbangkan pembangunan
yang dilaksanakan di masing – masing daerah oleh pemerintah itu sendiri.
Pemberian otonomi daerah sesuai dengan prinsip – prinsip demokrasi, pemerataaan
pembangunan , keadilan dan potensi keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah yang diatur dengan
UU No. 22 Tahun 1999, pelaksanaanya lebih lanjut di atur dengan peraturan
pemerintah, yaitu sebagai berikut.
1. Peraturan
pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom.
2. Peraturan
pemerintah No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
3. Peraturan
pemerintah No. 104 Tahun 2000 tentang
Dana Perimbangan
4. Peraturan
pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban
Keuangan Daerah
5. Peraturan
pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Dan Pertanggung Jawaban
Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
6. Peraturan
pemerintah No. 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah.
Sebagai dampak atas penyelenggaraan
otonomi daerah, masing-masing daerah diberikan kewenangan untuk menyusun
rencana induk pelaksanaan otonomi daerahnya dengan mempertimbangkan, antara
lain tahap-tahap pelaksanaan, keterbatasan kelembagaan, kapasitas, dan
prasarana, serta system manajeman anggaran dan manajemen public. Pemberian
wewenang otonomi daerah diserahkan melalui Badan Perwakilan Daerah
masing-masing sehingga bentuk dan susunan pemerintahan daerah adalah sebagai
berikut.
1. Tingkat
Propinsi atau Kabupaten
a. Di
daerah dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislative dan
pemerintah daerah sebagai badan eksekutif daerah.
b. Pemerintah
Daerah terdiridari kepala daerah beserta perangkat daerah lainnya.
Kedudukan Dewan Pewakilan Rakyat
Daerah adalah sebagai berikut.
a. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerahmerupakan
wahana melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila (Pasal 16 ayat 1 UU Nomor
22 Tahun 1999).
b. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislative di daerah berkedudukan
sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah (Pasal 16 ayat 2 UU Nomor 22
Tahun 1999).
Alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Pasal 17 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 1999) adalah
sebagai berikut.
a. Pimpinan
b. Komisi-komisi
c. Panitia-panitia
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
mempunyai tugas dan wewenang (Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 1999) sebagai
berikut.
a. Memilih
gubernur / wakil gubernur, bupati / wakil bupati, dan walikota / wakil
walikota.
b. Memilih
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat utusan daerah.
c. Mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian gubernur / wakil gubernur, bupati / wakil
bupati, dan walikota / wakil walikota.
d. Bersama
dengan gubernur, bupati, atau walikota membentuk peraturan daerah.
e. Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, peraturan perundangan
lainnya, pelaksanaan keputusan gubernur, bupati, dan walikota, pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Kebijakkan pemerintah daerah, pelaksanaan
kerjasama internasional di daerah.
f. Menampung
dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
2. Tingkat
Desa, Kelurahan, dan Kecamatan
Penyelenggaran otonomi
daerahdalam bidang pemerintahan bukan hanyadiberikan pada tingkat provinsi atau
kabupaten, melainkan sampai tingkat desa. Di desa dibentuk pemerintahan desa
dan badan perwakilan desa yang merupakan pemerintahan desa (Berdasarkan UU
Nomor 22 Tahun 1999). Badan perwakilan desa memiliki fungsi, yaitu:
a. Mengayomi
adat istiadat
b. Membuat
peraturan desa
c. Menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta
d. Melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
Hak dan Kewajiban
Daerah Dalam Otonomi Daerah
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :
a.
Mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
b.
Memilih pemimpin
daerah
c.
Mengelola
aparatur daerah
d.
Mengelola
kekeyaan daerah
e.
Memugut pajak
daerah dan retribusi daerah
f.
Mendapatkan bagi
hasil dan pengelolaaan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya yang berada di daerah
g.
Mendapatkan
sumber sumber pendapatan lain yang sah
h.
Mendapatkan hak
lainnya yang di atur dalam peraturan perundang – undangan
Selain memiliki hak, daerah otonomi
juga memiliki kewajiban – kewajiban yang harus dilaksanakan. Adapun kewajiban
itu adalah :
a.
Melindungi
masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Meningkatkan
kwalitas kehidupan masyarakat
c.
Mengembangkan
kehidupan demokrasi
d.
Mewujudkan
keadilan dan pemerataan
e.
Mmenyadiakan
meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
f.
Menyediakan
fasilitas pelayanan kesehatan
g.
Menyediakan
fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
h.
Mengembangkan
sistem jaminan sosial
i.
Menyusun
perencanaan dan tata ruang daerah
j.
Mengembangkan
sumber daya produktif di daerah
k.
Melestarikan
lingkungan hidup
l.
Mengelola
administrasi kependudukan
m.
Melestarikan
nilai sosial budaya
n.
Membentuk dan
menerapkan peraturan perundang-undangan.
o.
Kewajiban lain
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
p.
F. LANGKAH-LANGKAH
AKTIF DALAM MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH BERKENAAN DENGAN PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH
Banyak masalah yang timbul berkaitan dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Di antara masalah yang timbul adalah pemilihan
kepala daerah, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daearh), mobilisasi PNS, dan
meningkatnya KKN.
1. Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan kepala daerah sering menimbulkan
kerawanan karena adanya sikap-sikap arogan yang dilakukan oleh pendukung
calon belum dewasa dalam berdemokrasi.
Sebagai masyarakat belum siap menerima kekalahan dalam suatu pemilihan kepala
daerah sehingga masih sering muncul keributan yang dapat menyulut perpecahan
dalam masyarakat.
Untuk
menghindari adanya sifat arogansi masyarakat maka diperlukan pendidikan politik
bagi masyarakat. Para elit politik hendaknya tidak menjadi provokator, tetapi
memberikan contoh berdemokrasi yang benar.
2. Usaha Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dengan berlakunya
otonomi daerah , maka daerah seakan berlomba untuk menggali potensinya demi peningkatan
pendapatan asli daera. Bagi daerah yang kaya akan sumberdaya alam akan mudah
mendapatkan PAD, tetapi bagi daerah yang miskain akan sumberdaya alam akan sulit meningkatkan pendapatan dearah.
Daerah itu akan terus tertinggal dengan daerah lain karena kemampuan untuk
membiayai pembangunan sangat terbatas. Apabila hal ini berjalan terus maka
tidak mungkin akan terjadi kesenjangan yang jauh antara daerah yang kaya dan
daerah yang miskin sumber daya alam.
Daerah dapat
ditingkatkan antara lain dengan menaikan pajak daerah , retribusi daerah, dan
meningkatkan pendapatan perusahaan daerah, seperti PDAM, Bank pasar, dan
sebagainya.
3. Mobilisasi PNS
Perpindahan pegawai
negeri dari daerah satu kedaerah lainnya sekarang ini dirasakan sangat sulit.
Sulitnya perpindahan PNS antar daerah akan membawa permasalahan pada pemerataan
sumber daya manusia. Daerah- daerah yang memiliki pegawai yang sumber daya
manusianya berkualitas tidak akan mengijinkan pegawainya pindah kedaerah lain.
Hal ini akan dapat mendorong timbulnya sikap daerahisme yang akhirnya akan
melunturkan wawasan kebangsaan.
Minimnya rekrutmen
calon PNS oleh daerah dengan alasan tidak mampu memberikan gaji setiap
bulannya. Upaya yang dilakukan pemerintah antara lain pengangkatan guru kontrak
dan pegawai kontrak.
4. Meningkatnya Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme
(KKN)
Meningkatnya kewenangan
yang di berikan pada daerah yang mendorong munculnya kolusi,korupsi dan
nepotisme, seperti meningkatnya anggaran –anggaran dewan, penumpukan fasilitas
penjabat, penyimpangan APBD (Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah), dan
sebagainya. Praktik-praktik KKN yang muncul apabila tidak disikapi oleh aparat
penegak hukum maka pelaksanaan otonomi daerah hanya dinikmati oleh oknum-oknum
tertentu yang mementingkan kepentingan sendiri dan golongannya.
Masyarakat perlu
berperan aktif dalam memecahkan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
otonomi daerah. Peran aktif tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini
yakni :
a) Melaporkan
penjabat daerah yang sewenang-wenang pada rakyat,
b) Melaporkan
penjabat daerah yang melaksanakan KKN,
c) Memberikan
masukan kepada peerintahdalam perencanaan pembangunan,
d) Membantu
memberantas kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan, serta
e) Membantu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Langkah-langkah
Memecahkan Masalah Berkenaan dengan Pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.
Sebagai Warga
negara Indonesia
Menurut UUD
1945 pasal 26 ayat 1, yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara. Orang-orang bangsa lain yang dimaksud adalah warga negara
Indonesia keturunan asing yang mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan serta tidak dibedakan dalam pengakuan hak dan kewajiban sebagai
warga negara. Sedangkan rakyat suatu negara meliputi semua penduduk dan warga
negara yang bertempat tinggal dalam suatu negara dan taat pada hukum yang
berlaku.
Pemerintah
telah mengatur kehidupan setiap warga negara, maka diperlukan suatu peraturan
yang bertujuan untuk membuat kehidupan warga negaranya menjadi lebih baik.
Berhasil tidaknya pemerintah melaksanakan peraturan tergantung dari sikap warga
negara untuk menjalankan peraturan tersebut. Setiap warga negara mempunyai hak
untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah melalui lembaga penyalur
aspirasi yang kita kenal yaitu lembaga legislatif. Bahkan diharapkan dari warga
negara untuk ikut serta berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah
yang berhubungan dengan kepentingan warga negaranya. Dengan berpartisipasi
aktif dalam setiap pembuatan kebijakan, maka sudah barang tentu warga negara
akan selalu mendukung kebijakan pemerintah yang dikeluarkan untuk mengatur
kepentingan warga negara.
2.
Pembinaan dan
Pengawasan serta Langkah Strategis
Yang
dimaksud dengan pembinaan adalah lebih ditekankan pada memfasilitasi dalam
upaya penyelengaraan Otonomi Daerah, sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada
pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada daerah otonomi
dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan
fungsinya sebagai badan terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu,
peraturan daerah yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih
dahulu oleh pejabat yang berwenang.
Penyelenggaraan
pemerintah daerah mewujudkan berbagai langkah telah ditempuh oleh pemerintah
pusat dalam rangka percepatan desentralisasi, antara lain:
a.
Pembentukan
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
b.
Berbagai langkah-langkah
pengaturan dengan menetapkan Keppres dan peraturan pemerintah, baik dengan
keputusan Menteri sebagai tindak lanjut Undang-Undang N0. 32 tahun 2004.
c.
Penataan
kewenangan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten atau Kota.
d.
Penataan
personil sesuai dengan struktur kelembagaan yang telah ditata kembali.
e.
Pengembangan
kapasitas daerah.
3.
Langkah aktif
dalam memecahkan masalah berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah
Dengan
diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, maka memberi peluang bagi setiap pemerintah daerah yang telah mendapat
hak otonomi daerah untuk melaksanakan perencanaan pembangunan bagi daerahnya
sendiri seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Pelaksanaan
pembangunan dan penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah membutuhkan anggaran
yang tidak sedikit. Maka dibutuhkan perencanaan anggaran untuk menyelenggaraan
tugas-tugas pemerintah otonomi dan pembiayaan yang lain disebut Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Badan anggaran pendapatan dan belanja
daerah diambilkan dari sumber pendapatan daerah.
Adapun
sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a.
Pendapatan asli
daerah yang disingkat PAD, yang meliputi:
1)
Hasil dari pajak
daerah.
2)
Hasil dari
retribusi daerah.
3)
Hasil dari
perusahaan milik daerah & hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan;
4)
Lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
5)
Dana
perimbangan.
b.
Dana perimbangan
c.
Lain-lain
pendapatan
Menurut
undang-undang nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah dan ditegaskan pada Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004, tentang Pemerintah Daerah bahwa setiap pemerintah otonomi daerah
mendapatkan dana perimbangan yang telah dianggarkan melalui anggaran pendapatandan belanja negara (APBN).
Dana perimbangan yang diberikan kepada pemerintah daerah otonomi tidak sama,
besar kecilnya dana perimbangan ditentukan besar kecilnya pemasukan kepada
Yang
dimaksud dengan dana perimbangan terdiri atas:
a.
Dana bagi hasil
b.
Dana alokasi
umum (berasal dari APBN)
c.
Dana alokasi
khusus.
Lampiran Soal
1.
Peraturan daerah dan
keputusan kepala daerah mempunyai kekuatan hokum dan mengikat setelah
diundangkan dalam . . . .
a. Rapat
Paripurna DPRD
b. Media
cetak
c. Lembaran
Negara
d. Lembaran
daerah
2.
Kewenangan pemerintah
dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom diatur dalam. . . .
a. Peraturan
Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2000
b. Peraturan
Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2000
c. Peraturan
Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2000
d. Peraturan
Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000
3.
Berikut ini yang bukan
badan legislatif daerah adalah. . . .
a. DPR
b. DPRD
provinsi
c. DPRD
kabupaten/kota
d. BPD
4.
Tujuan pemerintah
Negara Indonesia terdapat dalam . . . .
a. Penjelasan
UUD 1945
b. Batang
Tubuh UUD 1945
c. Pasal-pasal
UUD 1945
d. Pembukaan
UUD 1945
5.
Berikut ini adalah
kewenangan provinsi di bidang sosial, kecuali . . . .
a. Mendukung
upaya pengembangan pelayanan social
b. Penetapan
pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan
c. Pengawasan
pelaksanaan penempatan bekerja social profesional dan fungsional panti sosial swasta
d. Mendukung
pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, kepemerintahan dan kejuangan, serta
nilai-nilai kesetiakawanan social.
6.
Tujuan peletakan
kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah, antara lain sebagai berikut,
kecuali. . . .
a. Desentralisasi
b. Demokratisasi
c. Pemerataan
d. Keadilan
7.
Hakekat otonomi daerah
sesuai era reformasi. . . /
a. Kewenangan
daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan di bidang tertentu secara nyata
b. Kewenangan
daerah otonomi untuk mengatur & mengurus kepentingan masyarakat setempat
c. Kewenangan
daerah otonomi yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan saja.
d. Kewenangan
daerah sebagai konsekuensi pemberian hak kepada daerah dan wujud tugasnya.
8.
Penyelenggaraan
pemerintah daerah diatur dalam UUD 1945 pada. . . .
a. Pasal
17 UUD 1945
b. Pasal
18 UUD 1945
c. Pasal
19 UUD 1945
d. Pasal
20 UUD 1945
9.
Berikut bukan merupakan
hak oyonomi daerah untuk meningkatkan peranan dan fungsi Badan Legislatif
daerah atau DPRD, adalah. . . .
a. Bersama-sama
Presiden membuat undang-undang
b. Mengawasi
penyelenggaraan pemerintah daerah
c. Memilih
dan melantik kepala daerah
d. Membawa
aspirasi dari masyarakat
10.
Pengetian dar
kewenangan otonomi lua adalah keleluasaan daerah untuk a
mencakup kewenangan bidang pemerintahan , kecuali. . . .
a. Kewenangan
bidang politik luar negeri, hankam,
peradilan
b. Keleluasaan
daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang ttertentu yang
secara nyata dan diperlukan secara tumbuh, hidup dan berkembang di daerah
c. Kewenangan
daerah untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
d. Kewenangan
kepada daerah dalam wujud Tugas dan
kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
KUNCI JAWABAN
1.
A
2.
A
3.
D
4.
C
5.
C
6.
D
7.
B
8.
B
9.
A
10.
A