PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN IDEOLOGI
A.
Filsafat
Pancasila
1.
Pengertian
Filsafat
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa
yunani yaitu philin yang berarti
cinta,dan sophos yang artinya hikmah
atau kebijaksanaan(Nasution, 1973; Kaelan dan Achmad Zubaidi;Rahayu Minto,2007).Secara
harfiah filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat
yang besar terhadap sesuatu,kebijaksanaan kebenaran sesungguhnya.Dengan
demikian filsafat dapat diartikan sebagai hasrat
atau keinginan yang sungguh-sungguh akan suatu kebenaran yang sesungguhnya.
Dalam keterkaitan dengan ilmu maka filsafat dapat
didefinisikan, ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk
memperoleh kebenaran. Menurut Sutriono dan Rita Hanafie (2007) merangkum
pengertian filsafat sebagai berikut:
a. Filsafat hasil pemikiran manusia yang kritis dan dinyatakan
dalam bentuk yang sistematis,
b. Filsafat adalah pemikiran manusia yang paling dalam,
c. Filsafat adalah refleksi lebih lanjut dari pada ilmu pengetahuan
atau pendalaman lebih lanjut ilmu pengetahuan,
d. Filsafat adalah hasil analisis dan abstraksi,
e. Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia yang mendalam,
mendasar, dan menyeluruh.
Perkembangan
ilmu pengetahuan yang sedemikian pesat, serta berbagai pandangan maupun
ideologi manusia dalam mencari dan memaknai kebenaran tidak bisa dilepaskan
dari pemikiran filsafat. Hal ini dapat dimengerti bahwa sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan, yang sekarang ada sebelumnya diawali dengan pemikiran
filsafat.
Dalam kehidupannya, manusia selalu
memilih sesuatu apa yang dianggap baik dan benar bagi dirinya, baik dalam
tataran kehidupan individu maupun dalam kehidupan bersama, yang dapat mengantar
dalam mewujudkan kebahagian hidupnya. Pilihan manusia sebagai individu atau
kelompok dalam menentukan tujuan hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan
dalam kehidupannya merupakan bagian dari berfikir filsafat. Manusia dalam
kehidupannya tidak terlepas dari pemikiran filsafat, karena filsafat senantiasa
sebagai ilmu yang menyertai kehidupan manusia. Ada seseorang dalam kehidupannya
memandang materi sebagai sesuatu yang diagungkan maka seseorang tersebut dalam
pemikirannya telah berfilsafat materialistis. Bila seseorang memandang
keagungan kebebasan individu, seseorang tersebut dalam pemikirannya telah
bersifat liberalisme, yang mengejar kesenangan pribadi dalam pemikirannya telah
berfilsafat hedonisme. Demikian juga seseorang yang memilah kehidupan
kemasyarakatan dengan kehidupan keagamaan, seseorang tersebut dalam
pemikirannya telah bersifat sekularisme.
2.
Cakupan
Kajian Filsafat
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan juga terjadi pada perkembangan ilmu filsafat
yang terkait dengan bidang ilmu tertentu, seperti filsafat politik, filsafat
hukum, filsafat ekonomi, filsafat sosial, serta filsafat ilmu pengetahuan
lainnya.
Keseluruhan
perkembangan ilmu filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut menurut
Kaelan dan Achmad Zubaidi (2007) mencangkup filsafat sabagai proses dan filsafat
sebagai produk.
a. Filsafat sebagai proses diartikan
sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat dalam proses pemecahan suatu
permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai
dengan permasalahannya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan
suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam
pengertian ini filsafat tidak bersifat dokma, sebagai suatu sistem nilai
tertentu, tetapi lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat yang dinamis, dengan suatu metode ilmiah.
b. Filsafat sebagai produk, mencakup pengertian sebagai jenis pengetahuan, ilmu,
konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau pandangan
tertentu,merupakan hasil dari proses berfilsafat. Sebagai produk filsafat juga sebagai suatu jenis problema yang
dihadapi oleh manusia yang sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat dalam
pemecahan persoalan dengan kegiatan berfilsafat.
Dalam mempelajari filsafat ilmu yang
terus berkembang sebagai proses dan produk, pengkajian filsafat ilmu dapat
dilakukan melalui pengkajian ontologis, epistimologis dan axiologis. Secara
singkat, titik berat pengkajian itu dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Kajian Ontologis
Pembahasan ontologis dari suatu ilmu akan mengkaji objek yang menjadi telaahan
ilmu itu sendiri. Apa yang menjadi kajian ontologis sesungguhnya ada dan
bagaimana objek dari ilmu itu ditata, diorganisir dan dikembangkan serta
dipecah dengan pendalaman secara konkrit, faktual, transedental, maupun
metafisik seperti alam, manusia, benda-benda di alam semesta ini. Kajian ini
berkembang dengan pesat dari waktu-kewaktu, sampai saat ini usaha mengembangkan
ilmu pengetahuan masih terus dilakukan, dan terus terjadi penemuan-penemuan
baru sebagaimana kita lihat pengembangan fakultas, atau program studi di
perguruan tinggi.
b. Kajian Epistimologis
Pembahasan epistimologis
menitikberatkan pada metode atau metodologi pengembangan ilmu secara benar.
Sebagaimana kajian ontologis yang terus berkembang, kajian epistimologis
berkembang seiring dengan perkembangan ontologis. Pengembangan ilmu dan
teknologi tidak dapat dilepaskan dari aspek epistimologis, yakni metodologi
yang digunakan bagaimana ilmu dan teknologi dikembangkan secara benar.
Pengembangan metodologi ilmu pengetahuan telah berkembang sangat pesat, hampir
semua ilmu pengetahuan sekarang berusaha mengembangkan metodologi penelitian
dengan kekhususan masing-masing.
c. Kajian Axiologis
Kajian axiologis, menitikberatkan pada pengembangan ilmu dan
teknologi dalam kaitannya dengan kaidah norma dan nilai yang ada pada manusia.
Terhadap kajian ini bahwa pengembangan ilmu dan teknologi seharusnya sesuai
dengan kaidah dan nilai-nilai positif pada manusia. Terhadap kajian ini
memunculkan dua aliran, Pertama, bahwa pengembangan ilmu pengetahuan itu bebas
nilai; Kedua, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bebas nilai.
Bagi kita yang beragama, semua ilmu yang berasal dari Tuhan, dan kita terikat
pada hukum-hukum Tuhan dengan demikian pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus mempertimbangkan atau didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah
agama secara universal yang memiliki daya guna bagi kemanusiaan.
3.
Fungsi
Filsafat
Dengan
memperhatikan makna filsafat
sebagai proses dan produk filsafat, serta pengkajiannya, filsafat juga
berfungsi bagi kehidupan manusia dalam kehidupannya sebagai individu maupun
anggota masyarakat. Fungsi tersebut antara lain, sebagai berikut:
a.
Berfilsafat mengajak
manusia bersikap arif, berwawasan luas terhadap berbagai problem yang dihadapi.
Manusia diharapkan mampu memecahkan problem tersebut dengan cara
mengidentifikasikannya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah,
b.
Filsafat dapat
membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar
pandangan hidup atau ide-ide yang muncul karena keinginannya,
c.
Filsafat dapat
membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam
komunitas, agama dan hal-hal lain di luar dirinya, secara lebih arif, rasional,
dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan,
d.
Bagi mahasiswa atau
para ilmuwan dibutuhkan kemampuan menganalisis, yaitu analisis kritis yang komprehensif
dan sintesis atas berbagai masalah ilmiah yang dituangkan dalam suatu riset
atau kajian ilmiah lainnya. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana
pengetahuan yang mementingkan kontrol atau pengawasan. Oleh karena itu, nilai
ilmu pengetahuan timbul dari fungsinya, sedangkan fungsi filsafat timbul dari
nilainya.
4.
Penetapan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945
Istilah
Pancasila dalam pustaka sejarah telah dikenal sejak zaman Majapahit. Pancasila
yang berasal dari dua suku kata yaitu panca
dan sila. Panca artinya lima, sila
berarti aturan atau karma. Dalam masa Majapahit Pancasila merupakan lima
pelaksanaan kesusilaan sebagaimana dikutip Dardji Darmodihardjo, dkk (1988)
yaitu:
a.
Tidak boleh melakukan kekerasan,
b.
Tidak boleh mencuri,
c.
Tidak boleh dengki,
d.
Tidak boleh berbohong,
e.
Tidak mabuk minuman
keras.
Istilah Pancasila sebagai dasar Negara
dipopulerkan kembali oleh Bung Karno tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI adalah
lembaga bentukan Jepang yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan kepada
bangsa Indonesia bahwa Jepang tidak sekedar menjanjikan kemerdekaan untuk
bangsa Indonesia, meskipun satu sisi Jepang sudah sangat terdesak oleh Sekutu dan
berharap akan bantuan bangsa Indonesia.
Kesempatan yang diberikan Jepang tidak
disia-siakan oleh para pejuang Indonesia dan memanfaatkan sidang BPUPKI untuk
membahas masalah penting yakni tentang Dasar Negara untuk berdirinya suatu
negara yang merdeka dengan kondisi yang bhinneka dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Dalam sidang tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 dibahas tentang
rencana dasar negara, dengan pembicara utama adalah Mr. M. Yamin, Prof. Dr.
Seopomo, dan Ir. Soekarno. Ketiganya menyampaikan lima Dasar Negara dengan
rumusan berbeda. Namun hanya Soekarno yang menyebutkan kelima dasar itu
diberikan nama Pancasila, meskipun rumusan Pancasila Soekarno tidak sama dengan
Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD 1945.
Karenanya, pada masa Orde Lama dengan presiden Indonesia adalah Soekarno,
tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila diambil dari
momentum pidato Ir. Soekarno, meskipun Pancasila rumusan Bung Karno tidak sama
dengan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945.
Peringatan hari kelahiran Pancasila pada
tanggal 1 Juni dianggap tidak relevan lagi pada masa Orde Baru (pendapat ini
masih mengundang pro dan kontra), dan diorbitkan Hari Kesaktian Pancasila
tanggal 1 Oktober, dengan mengambil momentum bahwa G 30 September 1965, gagal
berkat pendukung dan pembela Pancasila yang mulai bergerak pada tanggal 1
Oktober 1965. Pada era Reformasi sikap pemerintah tidak setegas Orde Lama
maupun Orde Baru dalam menyikapi kedua momentum tersebut. Dalam situasi
demikian peran guru atau dosen PKn, atau guru dan dosen pada umumnya dituntut
kritis sehingga para siswa dan mahasiswa tidak kebingungan, mengingat dengan
era sekarang banyak buku yang saling kontradiktif menyikapi pergeseran
kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, atau Orde Baru ke Reformasi termasuk
tentang hari lahirnya Pancasila.
Terhadap kontraversi ini Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (2008) mengajak semua pihak untuk melakukan refleksi
kesejarahan pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 dan para pikiran founding father. Bagaimana para pendiri
negara berdialog, berdebat dan akhirnya berkonsensus bagaimana negara ini
dibangun menuju masa depannya. Bung Karno telah memberikan wacana hangat yang
sekarang justru kita melihat pemikiran jauh ke depan dan terlihat kejeniusan
Bung Karno yang menyangkut hubungan nasionalisme dan internasionalisme, atau
globalisasi. Pemikiran Bung Karno dalam era globalisasi tetap relevan sebagai
sumber aspirasi dan solusi menghadapi permasalahan kebangsaan dan kenegaraan
dewasa ini.
Sebagaimana disebut pada pembahasan
usulan Dasar Negara, maka BPUPKI membentuk Panitia 9, yang diketuai oleh Ir.
Soekarno, dan melaksanakan sidang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil dengan
rumusan Piagam Jakarta, dengan rumusan Pancasila yang hampir sama dengan
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945, dengan perbedaan rumusan mendasar pada sila
pertama, yaitu Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dalam
sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 Piagam Jakarta disepakati untuk menjadi
pembukaan dari Rancangan Undang-Undang Dasar yang dipersiapkan untuk Negara
Indonesia merdeka.
Dengan semakin terdesaknya Jepang oleh
Sekutu, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakil Moh. Hatta. Setelah Jepang menyerah kepada
sekutu tanggal 14 Agustus 1945, keadaan ini menjadikan Indonesia terjadi
kekosongan kekuasaan, dan kesempatan tersebut digunakan oleh PPKI
mendeklarasikan Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, atas nama Bangsa
Indonesia yang diwakili oleh Soekarno – Hatta.
Untuk menindak lanjuti pernyataan
Kemerdekaan Indonesia, esok harinya tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan
sidang yang berhasil dengan keputusan sebagai berikut:
a. Mengesahkan
Undang-Undang Dasar Negara (yang kemudian dikenal dengan Undang Undang Dasar
1945)
b. Memilih
Presiden dan Wakil Presiden, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.
c. Presiden
untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Dengan ditetapkannya UUD 1945 yang di
dalam pembukaannya memuat lima dasar Negara, yakni rumusan sila-sila dari
Pancasila sebagai dasar Negara, meskipun dalam pembukaan tidak ada kata-kata
Pancasila, namun lima dasar yang dimaksud adalah Pancasila sebagai dasar Negara sekarang. Rumusan dasar negara ini
hampir sama dengan rumusan dalam Piagam Jakarta, perbedaannya terdapat pada
sila pertama, sebagaimana yang berlaku yang menyebutkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, sedang dalam Piagam
Jakarta disebutkan: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
Perubahan rumusan sila pertama ini
merupakan hasil kompromi kelompok Islam dan Kristen dengan mediator Moh. Hatta
di dalam PPKI, menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Karena itu, bila
generasi muda sekarang masih mempertanyakan hasil kompromi, adalah terpaksa,
perlu pemikiran dan kesadaran bersama tentang keanekaragaman bangsa Indonesia,
sehingga kita mampu menghargai kompromi yang nuansanya jauh dari kepentingan
pribadi dan golongan, sebagai hasil maksimal demi tegaknya negara Indonesia
yang baru saja merdeka. Bila kita menginginkan Indonesia besar maka upaya
mengotak atik atau mempermasalahkan kembali sila pertama Pancasila tidak lagi
relevan. Tapi bila ada orang Indonesia terpengaruh dan menyakini ideologi lain
dan ingin mengembangkan di Indonesia secara tidak langsung orang tersebut sadar
atau tidak sadar menginginkan Negara Indonesia Proklamasi bubar, karena di
Indonesia akan berdiri berbagai Negara dengan dominasi kultur masing-masing
suku bangsa yang merasa mampu berdiri sendiri sebagai Negara merdeka.
Dengan berlakunya UUD 1945 awal
Proklamasi sampai sekarang dan beberapa amandemen, maka polemik lahirnya
Pancasila sebagai dasar Negara dapat kita perjelas sebagai berikut. Kita bicara
Pancasila adalah Pancasila sebagai dasar negara yang rumusannya termuat dalam
pembukaan UUD 1945, namun demikian kita juga harus mengakui jasa Bung Karno
menamai dasar Negara Pancasila perlu kita hormati, meski sampai sekarang kata
Pancasila sebagaimana disebut-sebut Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 memang
tidak tersurat kata Pancasila, sebagaimana kutipan berikut, “. . . Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Wacana ini
dapat kita diskusikan namun dosen/guru harus dapat mengambil kesimpulan
sehingga siswa dan mahasiswa yang sedang berkembang jangan dibiarkan bingung.
Misalnya istilah Pancasila sebagai dasar negara dicetuskan Bung Karno tanggal 1
Juni 1945, juga dikuatkan oleg Bung Hatta (Hatta, 1969). Harus kita hormati
atas ide yang cemerlang, sebagai salah satu tokoh penting yang berperan dalam
perumusan dasar negara dan berdirinya NKRI. Pencasila sebagai dasar negara yang
berlaku sekarang ditetapkan pertama tanggal 18 Agustus 1945 sebagai satu
rangkaian dengan penetapan UUD Negara Indonesia.
5.
Pancasila
sebagai Sistem Filsafat
Rumusan
Pancasila sebagai hasil pemikiran para pendiri negara dapat diharapkan dapat
menuntun tercapainya tujuan bangsa Indonesia, Pancasila termasuk salah satu
hasil pemikiran filsafat, Pancasila dikukuhkan sebagai dasar falsafah negara.
Pancasila sebagai hasil pemikiran bangsa Indonesia dirumuskan dalam pembukaan
UUD 1945. Sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno telah diikhtiarkan agar
dapat dikembangkan secara ilmiah sebagaimana pemikiran filsafat yang telah
banyak dikembangkan sejak zaman Yunani kuno. Presiden Soekarno menugaskan Ahli
Filsafat dari Universitas Gajah Mada, Prof. Notonegoro untuk menganalisis
Pancasila secara ilmiah, sehingga Pancasila dapat di kaji dan dikembangkan di
perguruan tinggi di Indonesia pada umumnya. Sesuai dengan kepakarannya Prof.
Notonegoro pengkajian Pancasila masih terbatas pada tinjauan filsafati.
Untuk
mendukung kebenaran Pancasila secara empiris pada masa Orde Baru dikembangkan
P4, yang bertujuan memberikan rambu-rambu bagaimana bangsa Indonesia
berperilaku sebagaimana dituntut dalam nilai-nilai yang terkandung pada
Pancasila. Meski secara teoritis P4 berhasil dirumuskan dengan Tap MPR No. II/
MPR/ 1978, namun karena dalam pelaksanaan sebagai perwujudan pengamalan
Pancasila tidak sesuai dengan nilai-nilai yang akan dikembangkan dalam P4,
akhirnya P4 dinyatakan tidak berlaku di Indonesia oleh MPR pada era Reformasi.
Sebagai hasil perenungan yang diyakini kebenarannya Pancasila dapat mengantar
bangsa Indonesia mencapai kebahagiaan. Pancasila merupakan hasil pemikiran filsafat
bangsa yang dalam perjuangan perumusannya berorientasi pada kepentingan
nasional bangsa, tanpa didasari pada kepentingan atau ambisi kelompok untuk
memperoleh kekuasaan, baik secara individu maupun kelompok dari putra-putra
terbaik bangsa Indonesia.
Pancasila
dilihat dari pendekatan ontologis, epistimologis, dan axiologis dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Dasar
Ontologis Pancasila
Pancasila adalah sesuatu yang abstrak ,
sehingga tidaklah berlebihan perlu acuan operasional kongkrit dalam mewujudkan
secara empirik. Dengan acuan perilaku kongkrit sifat filsafat Pancasila yang
abstrak akan dapat diwujudkan sebagai ilmu pengetahuan dengan objeknya perilaku
masyarakat Indonesia yang pancasilais. Dengan kata lain ontologi dari Pancasila
adalah manusia, yakni manusia Indonesia. Bagaimana manusia Indonesia seharusnya
berperilaku sebagaimana perilaku yang diharapkan dalam nilai yang terkandung
dalam sila-sila dari Pancasila. Bagaimana seharusnya manusia Indonesia
berperilaku sebagai makhluk ciptaan Tuhan, bagaimana eksistensi manusia sebagai
bangsa Indonesia dalam pergaulan masyarakat dunia serta perilaku sebagai warga
negara Indonesia baik dalam mendukung terwujudnya pemerintahan demokrasi serta
mewujudkan keadilan bagi bangsa Indonesia.
Upaya mewujudkan kriteria perilaku, serta
mewujudkan kriteria perilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
bangsa Indonesia secara ilmiah (yakni kesesuaian antara harapan dan cita-cita
atau apa yang diteorikan dengan kenyataan sehari-hari) ternyata tidak semudah
dengan pemikiran yang diharapkan. Penetapan P4 yang telah disosialisasikan
selama dua puluh tahun gagal dalam mewujudkan perilaku empiris dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk mewujudkan objek kongkrit dari Pancasila sebagai ilmu
pengetahuan masih perlu diperjuangkan dengan dukungan empiris dari perilaku
bangsa Indonesia untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Tanpa adanya niat yang sungguh-sungguh dari bangsa Indonesia,
seperti terjadi dalam perjalanan sejarah masa lalu, bangsa Indonesia mengalami
pasang surut sejak awal kemerdekaan, mulai dari tekanan Belanda yang ingin
kembali ke Indonesia, pemberontakan PKI Madiun, krisis UUD tahun 1959,
peristiwa G.30.S.PKI, terakhir (semoga) yang berdampak pada krisis multi
dimensi sebagaimana terjadi tahun 1998.
b.
Dasar
Epistimologis Pancasila
Pengembangan dasar epistimologis tidak
dapat dipisahkan dengan dasar ontologis Pancasila. Menurut Titus (Kaelan dan
Achmad Zubaidi, 2007) terdapat tiga persoalan mendasar dalam epistimologis,
yaitu tentang sumber pengetahuan manusia, tentang teori kebenaran pengetahuan
manusia, tentang watak pengetahuan manusia. Pancasila sebagai objek pengetahuan
bersumber dari pemikiran bangsa Indonesia. Ini berarti bangsa Indonesia sebagai
kausa materialis Pancasila. Sebagai sistem pengetahuan, Pancasila memiliki
susunan formal yang logis, baik susunan sila-silanya maupun nilai yang
terkandung di dalamnya.
Sebagai sistem pengetahuan, nilai yang
terkandung dalam Pancasila menurut Notonegoro (Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007)
terdapat tiga sifat, yaitu:
1) Umum
universal, yaitu hakekat nilai Pancasila yang umum universal, merupakan inti
sari dari esensi Pancasila merupakan pangkal tolak pelaksanaan dalam bidang
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praktis dan
kongkrit.
2) Sifat
umum dan kolektif, bahwa Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dalam tertib
hukum Indonesia.
3) Sifat
khusus dan kongkrit, bahwa nilai pancasila dapat diwujudkan dalam realisasi
praktis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khusus,
kongkrit dan dinamis.
Dilihat
dari dasar epistimologis, pengembangan Pancasila ke arah ilmu pengetahuan belum
memiliki metodologi secara spesifik, namun demikian memperhatikan sifat
epistimologis yang menyangkut sifat umum yang universal sampai pada sifat yang
khusus dan kongkrit, pengembangan empiris pengamalan Pancasila dapat mengadopsi
metodologi dalam berbagai penelitian yang menyangkut keberadaan perilaku
manusia seperti, metode ilmiah penelitian pendidikan, psikologi, sosiologi,
politik, antropologi, atau ilmu perilaku lainnya, baik bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.
c.
Dasar
Axiologis Pancasila
Pancasila yang diharapkan mampu mengantar
bangsa Indonesia mencapai cita-cita hidup bangsa Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara sejalan dengan tuntutan axiologis, bahwa pengembangan
Pancasila mengarah pada terlaksananya kaidah-kaidah atau norma yang berlaku
dalam masyarakat termasuk ketaatan pada peraturan perundang-undangan negara
Republik Indonesia. Dengan demikian dari aspek axiologis, Pancasila dapat
dikategorikan pengembangan ilmu yang tidak netral karena pengembangannya akan
mengarah kepada pola-pola kehidupan yang baik bagi bangsa Indonesia yang
mengakui Tuhan dengan tuntutan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang
dianut. Pancasila tidak termasuk kelompok ilmu pengetahuan yang bebas nilai.
Tapi pengembangan Pancasila sebagai ilmu terikat dengan nilai keagamaan dan
norma sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia.
Ditinjau dari prinsip-prinsip kausal
filsafat sebagaimana dianut Aristoteles (Rahayu, 2007), filsafat sebagai
falsafah hidup mencangkup kausal-kausal materialis, formalis, efisiensi, dan
finalis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kausal
materialis, kausal materialis dimaksud berhubungan dengan materi atau bahan
tentang objek yang menjadi titik tolak pemikiran yang dikembangkan. Dalam hal
ini secara materialistis Pancasila digali dari nilai-nilai ketuhanan, sosial
budaya yang ada dalam diri dan masyarakat Indonesia.
2) Kausal
formalis, adalah dasar penetapan formal keberadaan objek pada kedudukan
fundamental dimana materi tersebut ditetapkan. Pancasila yang ditetapkan dalam
Pembukaan UUD 1945, yang merupakan pokok kaidah yang fundamental dalam
kehidupan bernegara bagi bangsa Indonesia. Secara teoritis Pembukaan UUD 1945
merupakan bagian tidak terpisahkan dengan proklamasi 17 Agustus 1945, karena
Pembukaan tidak boleh diubah oleh siapa pun termasuk MPR.
3) Kausal
efisiensi, adalah rumusan objek materi yang sederhana, singkat, jelas, dan
mudah dimengerti, dengan cakupan nilai yang umum sampai yang spesifik dalam
memenuhi tuntutan cita-cita keberadaan objek filsafat tersebut. Pancasila
dengan rumusan lima sila yang sangat sederhana, dalam implementasinya mampu
memberikan arahan bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara sesuai dengan
cita-cita dari para tokoh dan pahlawan kemerdekaan Indonesia.
4) Kausal
finalis, bahwa objek filsafat yang diyakini kebenarannya mampu mengantarkan
tercapainya tujuan hidup dalam masyarakat Indonesia. Tujuan akhir bangsa
Indonesia mendasarkan pada Pancasila, karena diyakini bangsa Indonesia akan
mampu mewujudkan cita-cita perjuangan sebagaimana tercantum pada tujuan negara,
dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
6.
Pancasila
sebagai Dasar Falsafah
Pancasila
sebagai hasil pemikiran dan perenungan untuk diaktualisasikan dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara Indonesia, menyangkut permasalahan umum dalam
kehidupan manusia Indonesia sebagai makhluk individu dalam kehidupan
bremasyarakat dan bernegara. Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan
penegasan akan pandangan bangsa Indonesia yang tercermin dalam sila-sila
sebagai berikut:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa,
bahwa bangsa Indonesia mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
dirumuskan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Makna Ketuhanan Yang Maha Esa
memberikan kebebasan kepada semua warga/ penduduk Indonesia untuk memeluk agama
yang diyakininya dan beribadah menurut agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Masing-masing pemeluk agama diharapkan untuk dapat mewujudkan kehidupan
toleransi terhadap sesama pemeluk agama yang sama maupun dengan pemeluk agama
yang berbeda. Kebebasan beragama diakui sebagai hak asasi paling mendasar
sehingga tidak dibenarkan bagi seseorang untuk memaksakan suatu agama tertentu
kepada orang lain.
b. Kemanusiaan yang adil
dan beradab, adalah pernyataan bangsa Indonesia
yang memandang bangsa Indonesia merupakan bagian bangsa-bangsa di dunia yang
memiliki kedudukan, harkat dan martabat yang sama dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Bangsa Indonesia menentang segala bentuk perlakuan deskriminatif seperti
berbagai bentuk perbudakan dan perbedaan perlakuan politik berdasarkan warna
kulit atau rasialisme. Pernyataan ini dipertegas dalam Pembukaan UUD 1945 pada
alinea pertama yang menegaskan; Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
Dalam eksistensinya sebagai warga
negara, setiap manusia sebagai warga negara memiliki kedudukan sama dalam hukum
dan pemerintahan serta hak-hak dan kewajiban sama yang diatur dalam pasal-pasal
UUD 1945.
c. Persatuan Indonesia.
Bila sila pertama dan kedua bersifat umum/ universal bukan monopoli bangsa
Indonesia, maka esensi sila ketiga sampai kelima adalah lebih menekankan pada
kondisi yang bersifat nasional bagi bangsa Indonesia. Persatuan Indonesia di
samping perwujudan bangsa Indonesia yang harus bersatu, kesatuan ini juga
ditujukan pada satu kesatuan wilayah, yakni wilayah Indonesia, kesatuan bangsa,
yakni bangsa Indonesia. Sebagai negara kesatuan Indonesia adalah kesatuan yang
menyeluruh dan tidak dibenarkan adanya negara baru yang didirikan dalam wilayah
Indonesia. Penegasan ini dipertegas dalam tujuan negara, bahwa Negara melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
d. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
adalah menunjuk pada sistem pemerintah yang demokratis, dimana para pemimpin
pemerintahan Indonesia dipilih dengan cara demokrasi serta mengimplementasikan
adanya wakil rakyat dalam DPR, DPRD, serta DPD. Dalam perkembangan politik
demokrasi bangsa Indonesia yang pernah terjebak praktik pemusatan kekuasaan
tanpa kontrol. Pada era reformasi telah terjadi perubahan mendasar kearah
demokrasi yang lebih baik, karena tidak ada lagi perwakilan rakyat yang
diangkat, serta pemilihan kepala eksekutif yang langsung oleh rakyat, serta
netralitas pegawai negeri, TNI dan Polri.
e. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Meskipun ditegaskan
pada esensi kemanusiaan, bahwa bangsa Indonesia merupakan warga dunia, namun
untuk keadilan bangsa Indonesia mengutamakan perwujudan keadilan dan kemakmuran
bagi rakyat Indonesia. Komitmen bangsa Indonesia mewujudkan keadilan dan
kemakmuran diberikan kebebasan untuk memilih pekerjaan dan penghidupan yang
layak, usaha ekonomi kerakyatan dalam bentuk koperasi, serat komitmen
memberikan jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara. Kebijakan setiap pemerintahan negara yang membantu, meringankan beban
beban kelompok masyarakat miskin merupakan perwujudan kewajiban negara terhadap
komitmen keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai sistem filsafat yang penuh dengan
nilai kehidupan bermasyarakat dan bernegara, serta pengakuan hak-hak individu
bagi bangsa Indonesia, sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang
totalitas, dan bila dipisah-pisahkan bukan lagi sebagai Pancasila, sebagaimana
dasar, proses pelaksanaan program sekaligus sebagai tujuan nasional bangsa
Indonesia, yakni masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Keutuhan
sila-sila Pancasila dasar negara inilah yang sering mewarnai perdebatan dengan
Pancasila Bung Karno yang dapat diperas jadi trisila dan ekasila, yang tidak
dikenal dalam keutuhan pancasila sebagai dasar negara, meski nilai gotong
royong sebagai bentuk ekasila dikenal dalam nilai Pancasila. Agar hasilnya
sesuai dengan kandungan Pancasila, maka proses pelaksanaannya dalam perwujudan
program-program harus didasarkan pada nilai-nilai dari Pancasila, pelaksanaan
pembangunan pun harus didasari pada keyakinan akan kebenaran Pancasila.
B.
Ideologi
Ideologi Besar di Dunia
1.
Pengertian
Ideologi
Secara
etimologi ideologi berasal dari kata idea,
yang berarti pemikiran, gagasan, atau konsep, dan logos berarti pengetahuan. Dengan demikian ideologi berarti ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang ide, keyakinan atau gagasan. Ideologi
adalah sesuatu yang netral, idea atau gagasan yang merupakan pemikiran
seseorang yang dianggap baik, yang akhirnya mendapat dukungan luas dari
kelompok masyarakat dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh kelompok
manusia termasuk masyarakat negara akan memberikan arah dalam kehidupannya,
baik secara individu maupun kelompok. Ideologi juga merupakan suatu keyakinan
diri, inspirasi dan guidane
perjuangan politik manusia.
Ideologi
menurut Maswardi Rauf (Srijanti, dkk, 2008) adalah rangkaian (kumpulan) nilai
yang disepakati bersama untuk menjadi landasan atau pedoman dalam mencapai
tujuan atau kesejahteraan bersama. Pemikiran-pemikiran tentang ideologi
akhirnya sempat mewarnai kehidupan bernegara, atau yang sekarang masih
dipertahankan keberadaannya seperti ideologi individual-liberal yang lahir abad
pertengahan sebagai reaksi kekuasaan absolut yang mendapat dukungan gereja,
ideologi sosialis, komunis sebagai reaksi pemikiran individualis, yang
menumbuhkembangkan liberalisme dan kapitalisme, fasisme, nazisme, termasuk
pemikiran tentang pancasila.
Menurut
Carl J. Friederich (Kamal Pasha, 2002), ideologi sebagai suatu sistem pemikiran
yang dikaitkan dengan tindakan. Dalam kaitannya dengan tindakan ideologi
mengandung suatu program atau strategi untuk mewujudkan cita-cita dari
pemikiran yang diperjuangkan, yakni cita-cita untuk mempersatukan organisasi
yang dibangun atas dasar pemikiran yang diyakini paling benar dan sesuai untuk
masyarakat yang dibentuknya. Menurut Alfian (1981) ideologi adalah pandangan
atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh
masyarakat tentang bagaimana, yaitu secara moral dianggap benar dan adil,
mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi
mereka. Setiap ideologi selalu memiliki unsur-unsur prinsip dalam
mewujudkannya.
Menurut
Kunto Wibisono (Kamal Pasha, 2002) menyebut tiga unsur yang sangat dominan
dalam ideologi yaitu:
a. Adanya
keyakinan, yakni gagasan vital yang diyakini kebenarannya,
b. Mitos,
ada yang dimitoskan secara optimik dan deterministik pasti akan menjamin
tercapainya tujuan,
c. Loyalitas,
yakni menuntut adanya keterlibatan secara optimal dari para pendukungnya.
Oleh karena itu, suatu kelompok
masyarakat termasuk masyarakat negara yang meyakini akan kebenaran suatu
ideologi, kelompok tersebut akan memperjuangkan dengan penuh semangat bagaimana
mewujudkan cita-cita ideologi yang dituangkan konstitusi atau undang-undang
dalam kehidupan bernegara. Dengan kata lain, ideologi negara akan berperan
sebagai jiwa, semangat, serta mengarahkan program, strategi dan perjuangan mencapai
tujuan negara sesuai dengan cita-citanya. Peranan ideologi dalam kehidupan
bermasyarakat dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu dimensi ideal,
realitas, dan fleksibilitas.
a. Dimensi
ideal, bahwa kualitas yang terkandung dalam ideologi mampu mendorong motivasi,
menggugah harapan, optimisme akan terwujudnya cita-cita yang diharapkan.
Dimensi ideal ini biasanya bersifat umum, sehingga kelompok atau negara lain
dapat meniru kepada kelompok atau negara tertentu yang telah berhasil
mewujudkannya. Bahkan kejadian blok negara di dunia abad 20 sangat diwarnai
dengan pengelompokan ideologi, yaitu blok Amerika dengan liberalis
kapitalisnya, dan blok Uni Soviet yang komunis dan sosialis. Masing-masing
anggota blok sama-sama memiliki ideologi dengan pokok-pokok ajaran yang sama.
b. Dimensi
realitas, dimensi ini memberikan citra ideal bahwa nilai-nilai yang berkembang
dalam masyarakat adalah nilai yang sama yang diperjuangkan dalam ideologi
tersebut, dimana apa yang diinginkan masyarakat adalah apa yang sebenarnya akan
diwujudkan dalam perjuangan ideologinya.
c. Dimensi
fleksibilitas, dimensi ini menunjuk pada kemampuan ideologi dalam mempengaruhi
dan menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Sebagaimana disebut pada dimensi ideal bahwa terdapat kecenderungan suatu
kelompok atau negara ingin memperluas pengaruhnya dengan malalui ideologi yang
dianutnya. Pada sisi lain ideologi yang diyakini akan mampu menyesuaikan dengan
perubahan masyarakat yang senantiasa terus berkembang.
Terhadap dimensi fleksibilitas terdapat
dua tipologi ideologi, yaitu ideologi terbuka dan ideologi tertutup.
1) Ideologi
terbuka adalah ideologi yang dalam eksistensinya memiliki unsur fleksibilitas,
yang terbuka menyesuaikan diri terhadap pengaruh dari perkembangan dan
pertumbuhan masyarakat pendukungnya.
2) Ideologi
tertutup adalah ideologi yang eksistensinya disakralkan oleh masyarakat
pendukungnya sehingga ideologi tersebut praktis menutup diri terhadap
perkembangan dari luar. Kecenderungan ideologi tertutup adalah melebih-lebihkan
kebenaran dari sudut pandangnya atau kelompok sendiri. Ideologi tertutup
biasanya dikembangkan kelompok masyarakat atau bangsa yang mengaggap budaya dan
keadaan kelompok masyarakat paling unggul dibanding dengan kelompok atau bangsa
lain. Dalam kehidupan global, ideologi tertutup akan kehilangan fungsinya
sebagai pembimbing tindakan masyarakat pendukungnya, sehingga akan menimbulkan
reaksi negatif seperti terjadinya distorsi.
2.
Beberapa
Ideologi Besar
Ideologi sebagai
sistem pemikiran dan perenungan untuk diaktualisasikan dalam kehidupan
masyarakat dalam bentuk perilaku, kelembagaan, politik, ekonomi, dan
bidang-bidang lainnya dalam menghadapi pergaulan hidup bermasyarakat dan
bernegara. Berdasarkan analisis Firdaus Syam (2007) ideologi besar di dunia sesungguhnya
bersumber dari tiga pendekatan filsafat, yakni filsafat idealisme, filsafat
materialisme dan filsafat teologisme.
a. Filsafat
idealisme, adalah mengedepankan paham rasionalisme dan individualisme, yang
dalam kehidupan berpolitik telah melahirkan ideologi Liberalisme dan
Kapitalisme. Ide yang menjadi kekuatan dasar menempatkan manusia sebagai pusat
alam semesta, dimana manusia sebagai titik pangkal terjadinya perubahan
sejarah. Ide ini berhasil membangun kehidupan kenegaraan sekuler yang
memisahkan kehidupan kenegaraan dengan agama.
b. Filsafat
materialisme, pemikiran ini mengedepankan paham emosionalisme berupa perjuangan
kelas dengan kekerasan dan kolektivisme, yang dalam berpolitik telah melahirkan
ideologi sosialis-komunis. Materi (faktor ekonomi) yang menjadi kekuatan
dasar menempatkan kondisi ekonomi
sebagai faktor penentu perubahan sejarah. Pada aliran radikal ideologi ini
menjadikan agama dipertentangkan dengan negara, karena agama dianggap
menghambat kemajuan, dan candu dalam masyarakat.
c. Filsafat
teologisme, yang berkembang dalam bentuk filsafat teologi statis dan dinamis.
1) Filsafat
teologi statis, agama yang menempatkan ajaran Tuhan memegang peran sentral
dalam politik kenegaraan, yang dalam konstruk politik kenegaraan menjadikan
pemuka agama sebagai tokoh yang dikultuskan. Pemuka agama sebagai wakil yang
suci. Agama sebagai sesuatu yang sakral, sekaligus sebuah doktrin yang tidak
perlu didialogkan, dan bersifat mistis. Sebagai contoh peran agama Kristen abad
pertengahan di Eropa, dimana Paus sebagai pemimpin agama (Gereja) mengendalikan
kehidupan politik kenegaraan di Eropa yang akhirnya dikenal sebagai zaman
kegelapan (the dark ages). Pada abad
ini gereja statis dan tidak dapat menghargai peran intelektual, bahkan dapat
menentangnya, padahal kemampuan berpikir dan berinovasi merupakan bagian
anugerah Tuhan yang dibenarkan dalam ajaran agama.
2) Filsafat
teologis dinamis, adalah agama yang menempatkan ajaran Tuhan sebagai sumber
aspirasi, motivasi, innovasi dan ekspresi, yang menempatkan ajaran Tuhan sebagai
faktor integratif dan pencerahan. Dalam kehidupan politik kenegaraan agama
sebagai pembimbing. Agama dapat didialogkan untuk terlibat dengan wacana,
sekaligus sebagai sumber etika atau sumber hukum. Dalam ajaran ini kemampuan
berpikir dan berinovasi merupakan bagian anugerah Tuhan harus menjadi
pembimbing sebagai ajaran sentral untuk membangun ideologi itu sendiri. Contoh
aplikasi filsafat teologis dinamis adalah masa kejayaan Islam di Timur Tengah.
Beberapa ideologi yang tumbuh, dan
berkembang di dunia, misalnya Liberal-Kapitalis, Sosialisme,
Marxisme-Komunisme. Pada sisi lain tumbuh berbagai ideologi kontemporer
(Schmandt, 2002) seperti ideologi Fasisme di Italia dan Nazisme di Jerman yang
sempat tumbuh dan sempat menimbulkan perang hebat di dunia.
a.
Ideologi
Liberal-Kapitalis
Zaman Renaissance
melahirkan gerakan sekularisme dan humanisme, suatu gerakan yang mengagungkan
kebebasan berpikir dengan memisahkan diri masalah keduniaan dengan permasalah
yang berkaitan dengan agama (gereja). Dasar pemikiran individualisme liberal
adalah manusia sebagai makhluk hidup pada dasarnya memiliki kebebasan, termasuk
kebebasan mencapai kebahagian. Karenanya nilai kebebasan merupakan nilai utama
yang harus diberikan dan dilindungi oleh negara.
1) Kebebasan
ini pada awalnya menyangkut kehidupan warga terkait dengan kebebasan dasar,
seperti hak hidup, hak politik dan kemudian berkembang dalam kebebasan ekonomi
dan soaial. Semua perwujudan hak tersebut dikembangkan sebagai hak pribadi,
sehingga negara tidak diperbolehkan dalam campur tangan langsung terhadap
hak-hak pribadi warga negara, kecuali jika kegiatan pribadi tersebut terkait
dengan hak pribadi orang lain dan menimbulkan gangguan kepada pihak lain,
negara akan mencampuri hak seseorang dalam melindungi warga yang terganggu.
Tokoh penggagas individualisme ini didasari pada keyakinan hukum alam, dimana
dalam kelahiran manusia diciptakan sama dengan hak-hak yang sama melekat pada
diri setiap manusia yang lahir didunia. Beberapa tokoh tersebut seperti Thomas
Hobbes, John Locke, Rousseau, Montesquieu, dan dukungan tokoh ekonomi pasar
bebas terkemuka Adam Smith. Dari pemikiran berbagai tokoh kebebasan dan praktik
penerapan ideologi Liberalis-Kapitalis, dapat ditengarai beberapa prinsip dalam
ideologi Liberal-Kapitalis adalah: Penghargaan tinggi kepadaindividu serta
persamaan dasar semua manusia, termasuk untuk bebas menentukan pilihan hidup
secara individual.
2) Jaminan
penuh kepada pemilikan pribadi serta kebebasan penuh terhadap penggunaan milik
pribadi, karena kebebasan ini diyakini dapat mewujudkan kehidupan manusia menuju
kesejahteraannya.
3) Dalam
politik kenegaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum dan mendapat
persetujuan rakyat.
4) Menolak
pemikiran yang bersifat dogma yang dianggap membelenggu kebebasab berpikir,
serta kebebasan untuk beragama.
5) Persaingan
bebas dalam kegiatan ekonomi, yang sering diterjemahkan dengan laissez faire, yang mendorong
terciptanya paham imperalisme dan kapitalisme, dan sekarang terjelma dalam pola
konglomerasi ekonomi global dimana kegiatan ekonomi besar (modal dan pemasaran)
tidak lagi terbatasi oleh wilayah negara.
b.
Ideologi
Sosialisme
Robert
owen (1771 – 1837) seorang kapitalis kaya di Inggris, adalah orang yang pertama
kali menggunakan istilah sosialisme (Schmandt, 2002). Namun sebelum Owen
sebenarnya ide perjuangan melawan ketidakadilan dampak dari individualism dan
kapitalisme yang berhasil mewujudkan revolusi industry di Inggris maupun di Perancis, pernah dilakukan oleh
Francois Babeuf meskipun tidak menggunakan istilah sosialisme. Reaksi ketidakadilan
yang dilakukan Francois Babeuf (1760 – 1825), dengan konsep awalnya menyatakan,
manusia mempunyai hak yang sama di atas kekayaan di muka bumi. Kesamaan politik
tidak mencukupi, paling tidak ada tingkat persamaan ekonomi tertentu. Pemikiran
ini didukung oleh pembaharu Perancis Charles Fourier, yang menyerukan
pembentukan kembali tatanan social, dimana negara harus dapat mengatur
kepentingan umum bagi warga negaranya.
Robert
Owen, mempelopori gerakan social, mengusulkan kepada pemerintah untuk membangun
perkampungan – perkampungan kerja sama kaum miskin, bukannya mereka sekedar
memberi sedekah. Owen membuat perkampungan namun tidak bertahan lama karena
pertengkaran antara warga kampong baru tersebut. Meski ide Owen gagal
mewujudkan dalam kehidupan nyata yang lebih baik, pemikirannya menjadi transisi
bagi bentuk – bentuk sosialisme modern.
Beberapa prinsip dalam paham sosialis adalah :
1) Dalam
gerakan social pengaruh agama cukup kuat, sehinggga doktrin agama masuk dalam
kehiduoan social ekonomi, seperti munculnya gerakan Kristiani Sosialis di Inggris,
dengan slogan populernya, bahwa agama harus disosialisasikan dan sosiali harus
dikristianikan.
2) Idealisme
etis, bahwa sosialis bukan gerakan program politik dan atau ekonomi, tetapi
suatu pemberontakan melawan kemelaratan, kebosanan, dan kemiskinan di bawah
kapitalisme industri.
3) Kesempatan
yang tepat, ungkapan ini dikumandangkan kelompok Fabian di Inggris tahun 1884,
dengan moto awal dari masyarakat itu adalah, engkau harus menunggu saat yang
tepat, bila saat yang tepat itu tiba engkau harus mengadakan serangan yang
dasyat, jika tidak penundaan yang engkau lakukan itu sia-sia dan tidak akan
membawa hasil. Istilah serangan dasyat tidak dimaksudkan untuk revolusi tetapi
dengan keyakinan bahwa tidak mungkin terjadi kemajuan kecuali golongan menengah
dan atas memahami dasar pemikiran sosialis, itu masuk akal dan adil.
4) Liberalisme,
liberal telah menjadi sumber yang penting bagi sosialis. Meski ada
kecenderungan berorientasi pada negara masa, dan kolektivitas, kecenderungan
sebagai pribadi individu lebih disukai dari pada sekedar anggota dalam daftar
nasional kolektif. Kekuatan ini tumbuh di Inggris ketika Partai Liberal merosot
maka gerakan sosialis menjadi kuat.
Pada
negara dengan akar demokrasi tidak kuat, pada umumnya gerakan sosial tumbang
ketika keuntungan praktis bagi para pekerja tidak dapat terpenuhi dengan
segera. Dalam perkembangan ideologi sosialis ada dua aliran besar yaitu:
Sosialis evolusioner demokratis, dan sosialis revolusioner yang totaliter.
Gerakan sosialis revolusioner mengilhami pemikiran Marx dan berhasil membentuk
doktrin komunis, sedang sosialis demokratis tidak memiliki doktrin yang tegas.
Hal ini bisa dimengerti karena sumber-sumber beragam, mulai dari sosialis yang
menerima materialistsis, tetapi menolak revolusioner, sampai diilhami oleh
ideologi etis, humanis rasional sampai individu dan kelompok-kelompok yang
termotivasi agama. Dari dua bentuk sosialis ini yang berkembang dan mampu
mewarnai kancah pergolakan global dunia, namun kelompok sosialis revolusioner
yang mengilhami pemikiran komunis Karl Marx, dapat berkembang dan pernah
menjadi kekuatan besar dunia, yang bersaing dengan negara-negara berdasarkan
ideologi liberal kapitalis.
c.
Komunis
Karl Marx
Ketika gerakan sosial Owen menyebar Karl
Marx memberikan pemikiran rasional komunis, dalam memperjuangkan reaksi melawan
kapitalis. Karl Marx (1818-1883) yang tertarik dengan ide Owen berusaha
memperbaiki bersama Friederick Engels. Setelah berhasil meraih gelar doktor, ia
bekerja sebagai pengajar dan jurnalis namun semuanya tidak memuaskan hatinya.
Setelah tinggal di Prancis, Jerman dan akhirnya di Inggris Marx mendirikan
Asosiasi Pekerja Internasional (The
Internasional Working Mens Assosiation) tahun 1864. Dalam memperjuangkan
pemikiran teori komunisme Marx (Schmandt, 2002) menjelaskan beberapa konsep
ajarannya sebagai berikut:
a)
Perkembangan
historis materialistik
Perkembangan
historis berlangsung melalui sintesis ketegangan atau kontradiksi yang inheren
dialektika. Dialektika Marx dipengaruhi dialektika Hegel yang terdiri dari
tesis, anti tesis dan sintesis. Pertentangan tesis dan anti tesis akan
menimbulkan sintesis, dan sintesis ini tidak lain adalah tasis baru karena
bertentangan dengan anti tesis baru demikian seterusnya. Tesis Hegel yang
berada pada pemikiran abstrak dipindahkan Marx dalam bentuk dunia kebendaan
atau materi.
Bila
dalam pandangan keagamaan yang absolut adalah Tuhan, dalam pandangan Marx yang
absolut refleksi materi. Marx memaknai dialektika pertama harus diberi makna
kongkrit yang berguna untuk memberikan penjelasan dan prediksi dalam tatanan
sosial. Selanjutnya ditunjukan bahwa peristiwa-peristiwa sosial sebagaimana
fenomena biologis dan fisik, berasal dari dan ditemukan oleh materi. Pemikiran
inilah yang menjauhkan Marx dengan agama dan Tuhan. Tuhan hanya dianggap ide
bayangan suatu proyeksi jiwa manusia sendiri. Tuhan bukan yang menciptakan
manusia tetapi manusia yang menciptakannya Tuhannya sendiri. Agama hanyalah
proyeksi manusia. Tuhan beserta kebesaran-Nya hanyalah gambaran yang dibentuk
manusia tentang dirinya, jadi angan-angan manusia tentang dirinya sendiri.
Gambaran inilah yang memperkuat pemikiran bahwa Marx tidak mengakui adanya
Tuhan.
b)
Institusi
sosial dan politik
Institusi
sosial politik dibentuk dan ditentukan oleh ekonomi, materialisme historis.
Dalam konsep materialism histori adalah, bahwa manusia memenuhi kebutuhannya
merupakan pondasi masyarakat. Sistem sosial dan politiknya merupakan super
struktur yang dibangun diatas pondasi ini. Manusia pertama-tama harus mempunyai
makanan dan masalah primer lainnya sebelum terlibat dalam masalah politik.
Pembentukan sarana untuk memenuhi kebutuhan pokok sangat mendesak, karenanya
menjadi pondasi institusi sosial yang akan dibangun. Marx mengembangkan dialek
cara produksi (tesis) menimbulkan gerakan anti tesis yaitu kekuatan produksi.
Cara produksi tidak terbatas pada alat produksi tetapi juga melibatkan buruh
dan majikan, sedang kekuatan produksi menunjukkan pada kemampuan memproduksi
yang selalu dipengaruhi oleh temuan ilmiah dan teknik-teknik baru. Pada suatu
saat keseimbangan produksi dan cara produksi terganggu, tiba saatnya bagi
revolusi sosial untuk mempengaruhi sintesis baru.
c)
Gerakan
dialektik sejarah
Gerakan
dialektik sejarah terungkap dalam pertentangan atau konflik antar
kelompok-kelompok ekonomi, dan pertentangan kelas. Salah satu dialektika Mark
adalah munculnya feodalisme sebagai tesis, akan berhadapan dengan kaum
kapitalis, dan akan muncul sintesis sosialis, karena kaum kapitalis tidak
bersedia melepaskan sistemnya dalam kekuasaannya untuk merubahnya harus
dilakukan dengan revolusi. Revolusi sebagai keharusan dalam teori Mark guna
mewujudkan tatanan dunia baru yang lebih baik. Karenaitu tidak mengherankanbila
dalam suatu negara muncul gerakan komunis Mark selalu terjadi revolusi
pertumpahan darah.
Dalam
teori pertentangan Mark menempatkan kaum borjuis yang mampu memanfaatkan teknik
baru, akhirnya mampu mengontrol kekuatan yang telah dibangunnya, dan akhirnya
dapat mengarah pada pertentangan kelas yang semakin meningkat. Teori ini
dianggap yang orisinal dari Mark karena sebelumnya tidak pernah dimunculkan
oleh tokoh sosialis terdahulu (Schmandt, 2002). Teori pertentangan kelas
tersebut adalah:
1) Eksistensi
kelas hanya dibentuk oleh fase historis dalam perkembangan produksi
2) Bahwa
pertentangan kelas pasti mengarah pada diktator proletariat
3) Bahwa
diktator sendiri hanya menjadi transisi menuju penghapusan semua kelas dan pada
masyarakat tanpa kelas.
d.
Komunis
Lenin-Stalin
Perjuangan
komunis Lenin lebih dekat dengan teori Karl Marx dibandingkan dengan
kedekatannya dengan Stalin. Lenin termasuk konseptor yang paling menonjol dalam
mewujudkan revolusi sosial. Konsep ini merupakan pembaharuan Komunis Marx yang
awalnya bersifat memisahkan diri (sektarianisme). Perubahan dari Lenin (Kemal
Pasha, 2002) bahwa Partai Komunis harus meninggalkan politik memisahkan diri
(sektarianisme), akan tetapi sebaliknya harus memakai segala jalan untuk
mengadakan perhubungan dengan massa rakyat, untuk kemudian mengambil kekuasaan.
Untuk
itu, kaum komunis harus masuk dalam segala bidang, mulai dari pemerintahan,
perwakilan rakyat, serikat buruh dan bidang organisasi sosial lainnya.
Dalam gerakan Komunis
Lenin membagi dalam dua kelompok strategis, yaitu:
1)
Gerakan terbuka, dimana
kaum pekerja harus membentu organisasi-organisasi buruh dengan tujuan ekonomi
sebagai pokok aktivitasnya, yang bekerja secara terbuka, umum dan sah.
2)
Gerakan tertutup atau
rahasia, yakni organisasi dari kelompok-kelompok kecil revolusioner
profesioner, mulai dari tentara, polisi, dan kelompok birokrasi lainnya, juga
kelompok sosial keagamaan, pendidikan, maupun partai politik, semuanya
diarahkan sinergis guna mendukung gerakan terbuka dari organisasi pekerja.
Lenin menegaskan revolusi sebagai bentuk
transisi dari masyarakat kapitalis kepada masyarakat komunis harus dipimpin
oleh diktator proletaliat (Schmandt, 2002). Ketika revolusi berhasil penindasan
masih diperlukan tetapi bukan pada masyarakat, melainkan pada sekelompok kecil
kaum penghisap mayoritas. Proletaliat membutuhkan negara bukan kepentingan
kebebasan, tetapi untuk menghancurkan musuh-musuh negara. Ajaran Lenin menjadi
sempurna dari kepemimpinan terhadap semua pekerja dan orang-orang yang tereksploitasi.
Terhadap anggota termasuk kelompok besar kaum pekerja perlu diterapkan
kehidupan disiplin militer dan pencerahan komunis (indoktrinasi) yang dipimpin
orang-orang terpilih dari kelompok kecil partai atau perorangan partai
terpilih. Konsep Lenin berhasil diwujudkan dalam revolusi Rusia tahun1917
dengan penggulingan pemerintahan Tsarist.
Keberhasilan Lenin dalam meletakkan dasar
komunis Rusia pernah menjadi kekuatan besar di dunia, dan setia terhadap ajaran
Marx, termasuk teori lenyapnya negara. Dengan keberhasilan revolusi tidak serta
merta persamaan hak tercapai. Masih ada satu tahapan yang harus dilalui yakni
mengikis habis peninggalan sifat kapitalis, seperti penguasa negara terhadap
industri atau kebutuhan pokok rakyat dikuasai negara, namun kapan tahapan ini
akan berakhir. Disini adalah kelemahan fatal ideologi Marx yang tidak mampu
memberikan kepastian tujuan akhir masyarakat tanpa kelas. Lenin sendiri
mengisyaratkan bahwa tujuan final tersebut mungkin tidak pernah tercapai
(Schmandt, 2002). Hal ini berarti komunis memberikan kekuasaan pada diktator
proletariat tanpa batas waktu yang jelas, atau bentuk pelestarian kekuasaan
diktator dari sebagian kecil elit partai.
Sepeninggal Lenin, posisi pimpinan Rusia
digantikan Stalin. Tahun 1936 Stalin menyatakan sebagian pentahapan masyarakat
komunis telah tercapai. Produksi telah sepenuhnya disosialisasikan, sistem
kelas dihapus, dan masyarakat telah terbebas dari eksploitasi. Bila Lenin
pesimis terbentuknya masyarakat tanpa negara, maka Stalin mengkritisi bahwa
Rusia masih diperlukan karena sekitar Rusia masih dikuasai Kapitalis, jadi
tidak mungkin meniadakan Rusia. Doktrin Marx tentang negara ketinggalan zaman
karena tidak mempertimbangkan situasi internasional. Keadaan ini diperkuat
pernyataan diplomat Rusia Vyshinsky, bahwa problem tentang matinya negara hanya
problem teoritis murni, komunisme modern tetap mempertahankan keberadaan
negara.
Stalin dianggap berhasil memimpin Rusia
meski kekuasaan dijalankan mirip Nazi Jerman masa Hitler. Pemujaan terhadap
Stalin demikian besar dengan kemampuan merevisi doktrin Marx dan Lenin demi
kejayaan Rusia, meski Stalin dianggap melanggar kepemimpinan kolektif dengan
menciptakan kultus individu dirinya.
e. Ideologi Nasionalis
Dalam
Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1997), nasionalisme dijelaskan sebagai
berikut:
1)
Paham atau ajaran untuk
mencintai bangsa dan negara sendiri
2)
Kesadaran keanggotaan
dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai,
mempertahankan, dan mengabaikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan
bangsa itu, yakni semangat kebangsaan.
Nasionalis berarti pernyataan suatu
kelompok yang didasarkan atas keturunan bersama, budaya, bahasa, atau agama dan
wilayah yang sama terhadap semua pengakuan lain atas loyalitas seseorang.
Sebagai paham politik, nasionalis memberi dasar dan pembenaran ideologis bagi
semua bangsa di dunia untuk mengorganisasikan ke dalam entitas yang bebas atau
otonom. Entitas-entitas ini pada umumnya mengambil bentuk negara nasional
merdeka. Doktrin nasionalisme lahir dalam sejarah Jerman pada abad 18
(Schmandt, 2002), setelah Jerman terpecah-pecah sebagai dampak Revolusi
Perancis.
Nasionalisme sebagai paham atau ideologi
mendominasi berdirinya negara-negara di Asia dan Afrika, serta Amerika Latin
setelah berakhirnya Perang Dunia ke dua. Nasionalisme menjadi paham perlawanan
terhadap penjajah, termasuk bagaimana Bung Karno, menekankan pentingnya
nasionalisme dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Setelah merdeka paham
nasionalisme mengiringi kehidupan gerak pembangunan bangsa dengan prinsip
berdiri di atas kai sendiri. Pada masa Orde Lama Indonesia slogan politik ini
pernah dilakukan pada masa Presiden Soekarno, saat Indonesia menghadapi tekan
dan embargo negara-negara Barat, dengan slogan pembangunan “Berdikari” atau berdiri di atas kaki sendiri.
Perkembangan nasionalisme yang pernah
mendominasi paham setelah berakhirnya Perang Dunia II terutama di negara-negara
bekas penjajahan bangsa-bangsa Eropa, di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, kini
dihadapkan pada tantangan baru berupa lahirnya tatanan dunia global yang
melampaui batas, batas geografis, administratif, dan sosio kultural yang
menjadi sistem di dunia dalam pergaulan internasional bangsa-bangsa.
f. Islam dan Ideologi
Islam
sebagai dieu (petunjuk) pandangan
hidup (way of life), memiliki
prinsip-prinsip terbentuknya suatu ideologi yang sesuai dengan ajaran Islam.
Islam sebagai agama wahyu, memberikan petunjuk bagi umatnya senantiasa untuk
merenungi (tafakur), mengkaji (tadabur), mempelajari rahasia yang
terkandung di jagad raya, termasuk masalah kebudayaan, kemasyarakatan, politik
kekuasaan dan kenegaraan dengan segala pemikiran dan perilakunya. Akal manusia
diberi kebebasan berijtihat dengan landasan kebenaran. Posisi akal dalam setiap
muslim menurut Mohammad Natsir (Syam Firdaus, 2002) menjelaskan sebagai
berikut:
1)
Agama Islam (dienul
Islam), menghormati akal manusia dan mendudukan akal pada tempat yang terhormat
serta menyerahkan agar manusia mempergunakan akal untuk menyelidiki keadaan
alam.
2)
Agama Islam mewajibkan
pemeluknya baik laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu, tuntutlah ilmu
dari buaian sampai ke liang lahat, sebagaimana sabda Rasul.
3)
Agama Islam melarang bertaklid
buta, menerima sesuatu sebelum diperiksa, walaupun datangnya dari kalangan
sebangsa dan seagama atau dari bapak-ibu atau nenek moyang.
4)
Agama Islam menyuruh
memeriksa kebenaran walaupun datangnya dari kaum yang berlainan bangsa dan
kepercayaan.
5)
Agama Islam
menggemarkan dan mengarahkan pemeluk pergi ke negara lain, memperhubungkan
silaturahmi dengan bangsa dan golongan lain, saling bertukar rasa dan
pandangan.
Islam berisikan ajaran atau petunjuk yang
berhubungan dengan masalah dunia dan akhirat yang bersifat universal. Ajaran
Islam tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu, berlaku sepanjang zaman. Islam
bukan sekedar ideologi, tetapi lebih dari eksistensi ideologi, meski dalam
perkembangan Islam dilakukan secara ideologis secara nyata oleh Nabi Muhammad
saw. Nabi bersama pengikutnya hijrah ke Madinah membentuk masyarakat yang
corak, tujuan dan dasar bersama hadir dalam waktu yang sama. Beberapa prinsip
dalam Islam yang dapat dipersamakan dengan ideologi menurut Syam Firdaus
(2002):
1)
Percaya pada satu
Tuhan,
2)
Persatuan dan kesatuan,
3)
Musyawarah dan mufakat,
4)
Memegang persamaan
dasar manusia,
5)
Etika tingkah laku
didasarkan atas kerja sama,
6)
Memegang/ menegakkan
keadilan,
7)
Menjunjung tinggi
kemerdekaan bangsa dan individu,
8)
Sistem ekonomi, yang
meletakkan dasar semua kekayaan sumbernya milik Allah, jadi pemilikan barang
dan jasa pada manusia adalah terbatas,
9)
Hukum Tuhan, dengan Al
Quran dan Sunnah Rasul,
10)
Masyarakat yang penuh
kasih sayang dan bukan sebaliknya yang penuh kebencian,
11)
Menjunjung tinggi hak
asasi manusia,
12)
Kekuasaan itu bukan
hukum, tetapi hukum adalah kekuasaan,
13)
Pemerintah yang
diperintah mempunyai persamaan derajat,
14)
Pemerintah dengan
persetujuan yang diperintah,
15)
Membangun kebudayaan.
Lebih lanjut Syam Firdaus (2002)
menyebutkan, dalam sistem politik Islam mendasarkan pada tiga prinsip yaitu
Tauhid, Risalah dan Khilafah.
1)
Tauhid berarti hanya
Tuhan Yang Maha Kuasa, adalah pencipta, pemelihara dan penguasa dari seluruh
alam. Kedaulatan hanya terletak pada Nya, yang berhak memerintah dan melarang.
Manusia sebagai umat dituntut mengabdi, ibadah dan ketaatan kepada Tuhan.
2)
Risalah, Rasulullah
telah menegakkan bagi kita salah satu sistem hidup dalam Islam dan memberikan
praktik yang diperlukan secara rinci.
3)
Khilafah, atau
perwakilan (representation),
menjelaskan posisi manusia di muka bumi sebagai khalifah atau wakil Tuhan di
dunia. Di posisi ini duduk para khalifah sebagai lembaga untuk berkumpul dan
membicarakan persoalan terkait dengan kemasyarakatan dan kenegaraan.
C.
Ideologi
Pancasila
Dalam pengusulan
rumusan dasar negara Pancasila, Soekarno juga menjelaskan tentang ideologi
Pancasila, yang dipersamakan dengan Declaration
of Independence Amerika Serikat serta Manifesto
Komunisme Karl Marx dan Engels. Bila Amerika mengagungkan kehidupan sosial
yang sama antar individu, Marx mengagungkan kehidupan sosial yang sama antar
individu. Pancasila sebagaimana ditawarkan Bung Karno mengakui hak individu
serta perlunya mewujudkan tercapainya cita-cita sosial dalam masyarakat.
Ideologi Pancasila menggariskan terwujudnya keseimbangan hak manusia sebagai
makhluk sosial dan makhluk individu.
Pancasila menjamin setiap individu mamiliki hak pribadi yang
tidak dapat diintervensi pihak lain. Pada sisi lain Pancasila juga mengakui
adanya hak kolektif demi kepentingan umum, sehingga perlu diutamakan. Dalam
praktik kenegaraan dan hubungan internasional, keseimbangan antara hak individu
dan sosial digambarkan dalam hubungan yang harmonis antara nasionalisme dan
internasionalisme. Internasionalisme tidak akan terwujud dengan baik tanpa
nasionalisme, sebaliknya nasionalisme tidak akan tumbuh subur kalau tidak hidup
dalam nuansa internasionalisme.
Ideologi Pancasila menjunjung hak individu baik langsung
maupun tidak langsung terpengaruh dengan ideologi liberal, dimana memang tidak
dipungkiri bahwa manusia yang merupakan makhluk individu, bukanlah murni
sebagai individu yang mandiri, tetapi sekaligus sebagai makhluk sosial yang
dalam kenyataan hidupnya tidak dapat lepas dari masyarakat atau bantuan bantuan
orang lain, pada sisi lain bangsa Indonesia pada dasarnya adalah bangsa yang
religius yang mengakui adanya kekuatan yang luar biasa di luar kemampuan
manusia. Manifestasi pengakuan kekuatan yang luar biasa di luar kekuatan
manusia dan diyakini sebagai penuntun hidup manusia adalah Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang semuanya diakui oleh penganut agama yang ada di Indonesia sehingga
terjadi kesepakatan nasional dengan rumusan sila pertama Pancasila, Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Keseimbangan kedudukan manusia sebagai individu dan makhluk
sosial (Kamal Pasha, 2002) merupakan perpaduan ideologi liberalis dan sosialis
yang ditegakkan di atas landasan moral dan agama, maka kehidupan demokrasi
Indonesia yang pernah mengalami pasang surut juga dikenal sebagai demokrasi
yang religius. Terhadap realitas ideologi Pancasila tersebut, Pancasila sebagai
ideologi negara berfungsi sebagai berikut:
1. Pancasila
dapat memberikan legitimasi dan rasionalisasi terhadap perilaku dan
hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat Indonesia,
2. Pancasila
merupakan dasar acuan pokok bagi solidaritas sosial dalam kehidupan individu
kelompok atau masyarakat sebagai warga Indonesia,
3. Pancasila
sebagai salah satu unsur penting dalam mengikat atau mempersatukan bangsa
Indonesia dan menjaga integritas nasional bangsa Indonesia.
Untuk mewujudkan fungsi maksimal sebagai
ideologi negara, Pancasila harus pula mencerminkan tiga dimensi ideal,
realitas, dan fleksibilitas.
a. Dimensi
ideal, Pancasila memberikan jaminan dalam mencapai tujuan ideal bagi kehidupan
manusia pada umumnya dan bangsa Indonesia khususnya. Pancasila mampu menggugah
harapan, memberikan optimisme dan motivasi kepada bangsa Indonesia.
b. Dimensi
realitas, Pancasila menunjukkan realitas yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat Indonesia sebagai makhluk individu, makhluk sosial serta makhluk
ciptaan Tuhan yang menjamin aktivitas kehidupan sosial, politik, budaya sebagai
pencerminan kebebasan pilihan hidup, dan kebebasan beragama sebagai wujud
pengakuan Tuhan Yang Maha Esa.
c. Dimensi
fleksibilitas, Pancasila harus memiliki fleksibilitas dan terbuka bagi
interprestasi baru sehingga tetap aktual dalam mengantisipasi perkembangan
zaman, tanpa harus tenggelam dalam arus perubahan yang tidak terarah.
Penafsiran tunggal dapat mengurangi nilai ideologis Pancasila.
1.
Pancasila
sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila
merupakan hasil pemikiran oleh para pemimpin kemerdekaan Indonesia, dirumuskan
dalam kalimat sederhana, mudah dimengerti, dengan muatan nilai perjuangan dari
sifat umum universal sampai pada tataran khusus dan kongkrit, merupakan dasar,
asas, pedoman, norma hidup dan kehidupan bagi bangsa Indonesia. Sebagai
ideologi Pancasila mengandung nilai dasar pandangan hidup bangsa yang mampu
menyesuaikan zaman secara dinamis. Kemampuan penyesuaian Pancasila yang dinamis
ini menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang didasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan dan budaya bangsa yang kuat, mampu menyesuaikan
perkembangan dengan perkembangan global sepanjang pengaruh global tersebut
tidak bertentangan dengan nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis
dari Pancasila. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nilai Dasar
Nilai dasar adalah nilai yang ada dalam
Pancasila yang merupakan representasi dari nilai atau norma dalam masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia. Nilai ini tidak bisa diubah-ubah, sebagaimana
sila-sila dari Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945.
b.
Nilai
Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai pendukung
utama dari nilai dasar Pancasila, yang dapat mengikuti perkembangan zaman.
Nilai ini dapat berupa peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD, Ketetapan
MPR, UU, atau PP untuk menjadi tatanan dalam pelaksanaan ideologi Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c.
Nilai
Praktis
Nilai
praktis harus ada pada setiap penyelenggara negara artinya penyelenggara baik
dari tingkat pusat sampai tingkat terbawah penyelenggaraan pemerintah harus
memiliki semangat membangun sesuai dengan nilai-nilai dasar pancasila secara
konsekuen,amanah dan istiqamah, serta mampu memberikan keteladanan kepada
bawahannya sesuai kondisi setempat atau lingkungan kerja pada masing-masing
kelompok.
Dengan nilai-nilai terkandung pada
pancasila sebagai mana tersebut diatas, pancasila bukan berarti dogma atau
tertutup dari pengaruh lain,namun demikian sifat keterbukaan terhadap ideologi
pancasila terdapat rambu-rambu atau batas-batas yang harus diperhatikan dan
tidak boleh dilanggar adalah:
a.
Stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis
b.
Larangan terhadap paham
atau ideology marxisme, leninisme dan komunisme
c.
Mencegah perkembangan
liberalism dan kafitalisme fundamentalistik
d.
Larangan terhadap
pandangan dan perilaku ekstrim serta penciptaan agama baru yang dapat
menggelisahkan kehidupan masyarakat.
Dalam kehidupan global pancasila sebagai
ideologi terbuka, pancasila dihadapkan pada tantangan masa depan. Terhadap
tantangan ini presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (2008) menyatakan:
a.
Kita merasakan bahwa
kapitalisme dan liberalism menjadi semacam ideologi global yang menembus,
memenetrasi semua bagian dari dunia ini. Mari kita lihat kaitannya dengan
pancasila. Pancasila sangat jelas yang kita bangun adalah kesejahteraan dan
keadilan social. Hidup dalam globalisasi yang sarat dengan hukum dan
kaidah-kaidah kapitalisme, pasar bebas, pasar terbuka, tetaplah kita kokoh,
tetaplah kita kuat pendirian bahwa semua itu kita abdikan untuk kesejahteraan
bersama dan untuk keadilan social.
b.
Bangsa yang cerdas,
bukan bangsa yang terus mengeluh, menyerah, dan marah, tetapi bangsa yang cerdas
mampu mengalirkan sumber-sumber kesejahteraan yang tersedia di Indonesia.
c.
Mengenai liberalism
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan tidak ada kebebasan mutlak
menurut paham pancasila.
d.
Isu yang lain,
pancasila dengan komunisme dan sosialisme yang sangat fundamental. Sebenarnya
sudah usai debat. Para pendiri Republik ini sudah mencarikan solusi yang tepat
dan tidak harus berperang, dalam stigma ideology seperti ini. Pancasila, bangun
negara kita menghadirkan keseimbangan dan kesateraan. Mana hak negara,
masyarakat, dan perorangan. Sangat jelas tidak boleh negara mengambil semua hak
itu atas nama ideologi tertentu. Kemudian sama dengan kapitalisme yang sangat
fundamentalistik dan tidak menyisakan wajah keadilan sosial dan humanism,
jelaslah kapitalisme, komunisme dan sosialisme yang sangat fundamental juga
tidak sesuai dengan jiwa dan semangat pancasila. Kuncinya sekali lagi adalah
kesejahteraan bersama dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan menurut Amin Rais (1998) ada tiga tantangan yang harus dihadapi
pemimpin Indonesia dimasa datang, yaitu:
a.
Membangun sumber daya
insane yang kompetitif dengan bangsa-bangsa lain,
b.
Bisa membangun clean
government yang tidak hanya dalam slogan dan verbalisme tapi juga dalam
kenyataan,
c.
Memperciut kesenjangan
sosial ekonomi yang semakin lebar.Harus ada rekonstruksi menyeluruh mengenai
pembagian kuenasional.
2.
Pancasila
sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pandangan hidap
adalah kristalisasi dan institusionalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki,yang
diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya.Dengan
pandangan hidup inilah suatu bangsa akan memandang persoalan yang dihadapi dan
menentukan arah pemecahan secara tepat sesuai dengan yang diyakini.Tanpa
memiliki pandangan hidup,sesuai bangsa akan terombang-ambing dalam menghadapi
persoalan baik dalam memecahkan masalah dalam negeri atau masalah yang
berhubungan dengan dunia luar.Tanpa memiliki pandangan hidup,sesuai bangsa akan
terombang-ambing dalam menghadapi persoalan baik dalam memecahkan masalah dalam
negeri atau masalah yang berhubungan dengan dunia luar.Tanpa memiliki pandangan
hidup,sesuai bangsa akan terombang-ambing dalam menghadapi persoalan baik dalam
memecahkan masalah dalam negeri atau masalah yang berhubungan dengan dunia luar.
Bangsa Indonesia termasuk bangsa yang
besar,yang mampu menggali pandangan hidup dari nilai-nilai luhur bangsa baik
yang bersifat universal sebagaimana sila pertama dan kedua yang merupakan
pengakuan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa,tuhan semua manusia bukan
hanya tuhan bangsa Indonesia.Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah cerminan
pengakuan bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia yang merdka merupakan bagian
bangsa-bangsa diseluruh dunia dengan kedudukan harkat dan martabat yang
sama.Pancasila mulai sila ketiga sampai kelima adalah cara pandang bangsa
Indonesia dengan titik berat sebagai bangsa yang merdeka dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan berkewajiban mewujudkan keadilan
bagi bangsa Indonesia.
Dengan pancasila kita bangsa Indonesia
mendapatkan arah untuk semua kegiatan dan aktipitas kehidupan sehari-hari.Untuk
itu sudah seharusnya bangsa Indonesia dalam setiap sikap dan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari harus mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila serta mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
sehari-hari.Memang pengamalan/pelanggaran nilai pancasila dalam kehidupan
sehari-hari tidak semua mengandung sanksi hokum positif,namun disinilah letak
keluwesan pancasila dalam membangun kehidupan yang harmonis sesama manusia
meski tidak semua terkait dengan hukum positif.Kita perlu memahami dan
menyadari bahwa mengamalkan nilai umum pancasila,apabila kita meyakini bahwa
nilai pancasila tidak bertentangan dengan norma agama,norma kesusilaan,norma
kesopanan,adat kebiasaan serta tidak bertentangan dengan norma hukum.
Pengamalan dasar ini merupakan pengamalan
yang bersifat subjektif,dengan bidang yang sangat luas dimana semua orang dapat
mengklaim telah mengamalkan pancasila dengan pola yang berbeda tanpa harus
menghina dan menjelekkan pihak lain.Secara objektif seseorang beragama dan
dijamin diindonesia dan secara subjektif masing-masing mengamalkan dengan
keyakinan masing-masing.
3.
Pancasila
Sebagai Dasar Negara
Dasar
negara merupakan landasan penyelenggaraan pemerintahan negara bagi setiap aparatur
negara.Bagi bangsa Indonesia pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945
telah ditetapkan sebagai dasar negara juga sebagai ideologi negara,yang berarti
pancasila dijadikan dasar penyelenggaraan negara.Sebagai landasan bagi
penyelenggaraan negara pancasila dipurmulasikan dalam bentuk aturan sebagaimana
tercermin dalam pasal-pasal yang tercantum dalam UUD 1945.
Meski secara tersurat pembukaan UUD 1945
tidak pernah menyebut pancasila dan hanya menyebut sila-sila mulai sila pertama
sampai sila ke lima,sila-sila tersebut telah diakui sebagai pancasila dimaksud
dasar negara Indonesia.Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sikap
imperative (memaksa) yaitu mengikat dan memaksa semua warga negara untuk tunduk
kepada pancasila dan siapa melanggar pancasila sebagai dasar negara harus
ditindak berdasarkan aturan hokum yang berlaku di Indonesia.Dengan demikian
pelaksanaan pancasila sebagai dasar negara disertai sanksi-sanksi hokum.
Penegasan pancasila sebagai Dasar Negara
dan Sumber hukum sebagaimana ditetapkan dalam Tap MPRS No.XX/MPRS/1996 yang
menetapkan tata urutan perundang undangan.Dalam era reformasi Tap
no.XX/MPRS/1966 diubah dengan ketetapan MPR No.III/MPR/2000,pancasila sebagai
sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan penyusunan peraturan
perundang-undangan sebagaimana Tap MPR No.III/MPR 2000 adalah:
1) UUD
1945
2) Ketetapan
MPR
3) Undang-Undang
4) Peraturan
Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu)
5) Peraturan
Pemerintah
6) Keputusan
presiden
7) Peraturan
Daerah
Perkembangan tata urutan perundangan
mengalami pergeseran, dengan ketetapannya Undang-Undang No.10 tahun 2004
tentang pembentukan peraturan perundang undangan hirarkhi peraturan
perundang-undangan adalah sebagai berikut:
Sebagai sumber hukum,maka peraturan
perundang-undangan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
pancasila.Nilai pancasila menurut Notonegoro dalam
darji.Darmodiharjo,dkk(1978)mencakup:
1)
Nilai materiil,yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia,
2)
Nilai vital,yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatan kehidupan
sehari-hari,
3)
Nilai kerohanian,yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia seperti nilai kebenaran yang
bersumber kepada akal manusia,nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa
manusia, nilai kebaikan atau moral yang bersumber pada kehendak manusia dan
nilai religiusyang bersumber pada kepercayaan manusia.
Pancasila mengakui keseimbangan nilai
rokhaniah dan material secara berimbang, dengan menempatkan nilai Ketuhanan
sebagai nilai tertinggi yang tersusun secara sistematis – hirarkhis, dimana:
1)
Sila pertama menjiwai
sila kedua sampai kelima
2)
Sila kedua dijiwai sila
pertama dan menjiwai sila ketiga sampai kelima
3)
Sila ketiga dijiwai
sila pertama dan kedua serta menjiwai sila keempat dan kelima
4)
Sila keempat dijiwai
sila pertama, kedua dan ketiga, serta menjiwai sila kelima
5)
Sila kelima dijiwai
oleh sila pertama sampai sila keempat.